Translate

Tuesday, October 4, 2011

PERKEMBANGAN SEJARAH HUKUM INTERNASIONAL

Berbicara tentang Hukum Internasional tidak lepas dari topik utamanya adalah Negara dan Organisasi-organisasi internasional sebagai subyek hukumnya. Negara menjadi subyek utama dalam teori hukum internasional seperti halnya perorangan (warga) dalam Hukum Nasional atau Hukum Privat. Dengan semakin berkembangnya Negara dewasa ini maka aturan dan disiplin internasional menjadi pilar penting dalam mengatur relasi internasional antar Negara satu dengan yg lainnya. Aturan dan disiplin internasional antar bangsa inilah yg menjadi poin pembahasan dari Hukum Internasional.

Hukum internasional telah muncul berabad-abad lamanya, diketahui sejak 2100 SM telah ada Hukum yg mengatur hubungan antar dua negara pada wilayah Mesopotamia. Dengan semakin berkembangnya zaman dan era dari klasik hingga modern, hal ini mempengaruhi semakin berkembangnya teori Hukum Internasional dari para pemikir dan ilmuwan dizaman-zaman tertentu. Kajian Hukum internasional bukanlah kajian hukum yg berumur tua dan bersifat absolut, terhitung sejak berabad-abad sebelum masehi selalu mengalami perubahan dan perkembangan. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan geografis serta tatanan administratif dan politik antar negara satu dgn yang lainnya.

Perumusan hasil kajian atas hubungan antar bangsa-bangsa ini menjadi suatu disiplin keilmuan yg telah, sedang dan akan terus mengalami sentuhan perubahan selaras dengan pergeseran iklim politik, sosial dan budaya yang melanda dunia internasional. Hal ini bukan berarti bahwa hukum internasional saat ini belum menemukan sedikitpun konsensus ilmiah di bidang hukum yang mengalasi hamparan pandangan para pakar yang terus dan kian berkembang. Hanya saja prinsip hukum yang nyaris tersepakati itu berpotensi besar untuk selalu berubah dan bergeser sejalan dengan kemajuan relasi antar bangsa itu sendiri.

Sebelum kita masuk pada tujuan pembahasan, perlu kita jelaskan terlebih dahulu pengertian hukum internasaional itu sendiri. Dewasa ini, pengertian hukum internasional (international law/al-qonun al-dauli) telah mencapai konsensus umum untuk diartikan sebagai, sekumpulan peraturan dan norma-norma hukum yang diberlakukan untuk mengatur hubungan-hubungan subyek hukum internasional (bangsa-bangsa dan entitas lainnya, seperti lembaga-lembaga dan organisasi-organisasi internasional), yang menjelaskan tentang hak-hak dan kewajiban-kewajiban serta batasan-batasan relasi yg tercipta antara para subjek hukum internasional dan perusahaan multinasional atau individu (Warga Negara).

Dari devinisi diatas dapat kita simpulkan bahwa pengertian hukum internasional mencakup 3 prinsip:
- Prinsip pertama: yang berhak dan tunduk pada hukum internasional adalah subyek hukum internasional (international personality/askhos al-qonun al-dauli) yg terdiri atas Negara-negara dan organisasi-organisasi internasional.
- Prinsip kedua: hubungan yg berlaku adalah hubungan internasional (international relation/al-‘alaqat al-dauliyah).
- Prinsip ketiga : `kaidah-kaidah dan norma-norma hukum internasional merupakan kaidah wajib (obligation rules/al-qowa’id al-mulzimah) .

Akar Sejarah Hukum Internasional Publik

Hukum internasional publik sangat terkait dengan pemahaman dari segi sejarah. Melalui pendekatan sejarah ini, tidak sekedar proses evolusi perkembangan hukum internasional dapat diketahui secara faktual kronologis, melainkan juga seberapa jauh kontribusi setiap masa bagi perkembangan hukum internasioanal. Sejarah merupakan salah satu metode bagi pembuktian akan eksistensi dari suatu norma hukum. Hal ini dapat dibuktikan antara lain melalui salah satu sumber hukum internasional, yaitu kebiasaan/adat istiadat (custom/al-‘urf).

Sistem Hukum Internasional merupakan suatu produk, kasarnya dari empat ratus tahun terakhir ini yang berkembang dari adat istiadat dan praktek-praktek negara-negara eropa modern dalam hubungan serta komunikasinya dengan negara-negara lain. Tapi kita pun perlu melihat jauh sebelum perkembangan zaman Eropa Modern yaitu pada periode klasik, beberapa Negara telah melaksanakan Hukum Internasional secara tidak langsung, dan adapun para ahli yang lahir sebelum zaman Eropa Modern tersebut dipandang telah memunculkan dasar-dasar dari pemikiran mengenai adat-istiadat yang ditaati oleh masyarakat serta adanya beberapa kasus sejarah, seperti penyelesaian arbitrasi (perwasitan) pada masa Cina Kuno dan awal Dunia Islam yang memberikan sumbangan terhadap evolusi sistem modern Hukum Internasional.

Sejarah Hukum Internasional dalam perkembangannya mengalami beberapa periode evolusi yang terbilang berkembang dengan cepat dan menarik. Fase-fase tersebut dapat kita bagi dalam 3 pembahasan; Periode Kuno, Periode Klasik dan Periode Modern:

A. Sejarah Hukum Internasional Kuno:

Permulaan hukum internasional dapat kita lacak kembali mulai dari wilayah Mesopotamia pada sekitar tahun 2100 SM, dimana telah ditemukannya sebuah perjanjian pada dasawarsa abad ke-20 yang ditandatangani oleh Ennamatum, pemimpin Lagash dan pemimpin Umma. Perjanjian tersebut ditulis diatas batu yang didalamnya mempersoalkan perbatasan antara kedua negara kota tersebut, yang dirumuskan dalam bahasa Sumeria.

Bangsa-bangsa lain yang sangat berpengaruh dalam perkembangan hukum internasional kuno adalah India, Yahudi, Yunani, Romawi, Eropa Barat, Cina dan Islam:

a. India
Dalam lingkungan kebudayaan India Kuno telah terdapat kaedah dan lembaga hukum yang mengatur hubungan antar kasta, suku-suku bangsa dan raja-raja yang diatur oleh adat kebiasaan. Menurut Bannerjce, adat kebiasaan yang mengatur hubungan antara raja-raja dinamakan Desa Dharma. Pujangga yang terkenal pada saat itu Kautilya atau Chanakya.Penulis buku Artha Sastra Gautamasutra salah satu karya abad VI SM di bidang hukum.

b. Yahudi
Dalam Kitab Perjanjian Lama, bangsa yahudi mengenal ketentuan mengenai perlakuan terhadap orang asing dan cara melakukan perang. Perjanjian Lama adalah kitab suci bagi umat Yahudi, yang sebagian besar ditulis dalam bahasa ibrani. Dalam hukum perang masih dibedakan perlakuan terhadap mereka yang dianggap musuh bebuyutan, sehingga diperbolehkan diadakan penyimpangan ketentuan perang.

c. Yunani
yunani kuno dibagi kedalam dua Golongan, yaitu Golongan Orang Yunani dan Luar Yunani yang dianggap sebagai orang biadab (barbar). Mereka juga sudah mengenal arbitration (perwasitan) dan diplomat yang tinggi tingkat perkembangannya. Sumbangan terbesar dari masa ini adalah Hukum Alam, yaitu hukum yang berlaku mutlak dimana saja dan berasal dari rasio/akal manusia. Menurut Profesor Vinogradoff, hal tersebut merupakan embrio awal yang mengkristalisasikan hukum yang berasal dari adat-istiadat, contohnya adalah dengan tidak dapat diganggugugatnya tugas seorang kurir dalam peperangan serta perlunya pernyataan perang terlebih dahulu.

Dalam prakteknya dengan hubungan negara luar, Yunani kuno memiliki sumbangan yang sangat mengesankan dalam kaitannya dengan permasalahan publik. Akan tetapi, sebuah hal yang sangat aneh bagi sistem arbitrase modern yang dimiliki oleh arbitrase Yunani adalah, kelayakan bagi seorang arbitrator untuk mendapatkan hadiah dari pihak yang dimenangkannya.

d. Romawi
Pada masa ini orang-orang Romawi Kuno mengenal dua jenis Hukum, yaitu Ius Ceville (Hukum bagi Masyarakat Romawi) dan Ius Gentium (bagi Orang Asing). Hanya saja, pada zaman ini tidak mengalami perkembangan pesat, karena pada saat itu masyarakat dunia merupakan satu Imperium, yaitu Imperium Roma yang mengakibatkan tidak adanya tempat bagi Hukum Bangsa-Bangsa. Hukum Romawi telah menyumbangkan banyak sekali asas atau konsep yang kemudian diterima dalam hukum Internasional ialah konsep seperti occupatio servitut dan bona fides, juga asas “pacta sunt servanda” (setiap janji harus disepakati) yang merupakan warisan kebudayaan Romawi yang berharga.

Bangsa Romawi dalam pembentukan perjanjian-perjanjian dan perang diatur melalui tata cara yang berdasarkan pada upacara keagamaan. Sekelompok pendeta-pendeta istimewa atau yang disebut Fetiales, tergabung dalam sebuah dewan yang bernama collegium fetialum yang ditujukan bagi kegiatan-kegiatan yang terkait secara khusus dengan upacara-upacara keagamaan dan relasi-relasi internasional. Sedangkan tugas-tugas fetiales dalam kaitannya dengan pernyataan perang, merekalah yang menyatakan apakah suatu bangsa (asing) telah melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap hak-hak bangsa Romawi atau tidak.

e. Eropa Barat
Pada masa ini, Eropa mengalami masa-masa chaotic (kacau-balau) sehingga tidak memungkinkannya kebutuhan perangkat Hukum Internasional. Selain itu, Selain itu, Selama abad pertengahan dunia Barat dikuasai oleh satu sistem feodal yang berpuncak pada kaisar sedangkan kehidupan gereja berpuncak pada Paus sebagai Kepala Gereja Katolik Roma. Masyarakat Eropa waktu itu merupakan satu masyarakat Kristen yang terdiri dari beberapa negara yang berdaulat dan Tahta Suci, dan sebagai pewaris kebudayaan Romawi dan Yunani.

f. Cina
Pencapaian yang menarik dari bangsa Cina adalah upaya pembentukan perserikatan negara-negara Tiongkok yang dicanangkan oleh Kong Hu Cu, yang dianggap telah sebanding dengan konsepsi Liga Bangsa-Bangsa (LBB) pada masa modern.

g. Islam
Pada periode ini umat islam terbagi-terbagi pada beberapa Negara dan bangsa, sehingga tidak dimungkinkannya untuk menyatakan suatu pandangan Islam yang dapat mewakili semua kelompok yang terdapat didalamya. Beberapa sarjana memiliki anggapan bahwa hukum internasional modern tidak murni sebagai hukum yang secara eksklusif warisan Eropa. Sehingga mereka berkesimpulan akan terdapatnya pengaruh-pengaruh yang indispensable dari peradaban-peradaban lain, yang diantaranya adalah peradaban Islam, yang pada saat itu merupakan kekuatan ekonomi di atas bangsa Eropa. Pengaruh Islam terhadap sistem hukum internasional Eropa dinyatakan oleh beberapa sejarawan Eropa diantaranya Marcel Boissard dan Theodor Landschdeit.

Hukum internasional islam telah muncul jauh sebelum hukum internasional barat ada. Di zaman Rasulullah, praktek internasional telah diberlakukan dengan seadil-adilnya. Rasulullah telah membuat pedoman hubungan antara negara Islam dengan non-Islam dalam perang dan damai. Beliau juga telah mengadakan beberapa perjanjian-perjanjian internasional dengan bangsa-bangsa lain.
Pakar Hukum internasional Islam modern Madjid Khaduduri mengakui, Islam memiliki karakter agresif dengan lebih mengarah pada penaklukkan dibandingkan kristen, sebagaimana yg tercantum dalam Wasiat Lama ataupun Baru. Hal ini menunjukkan bahwa Hukum Islam memiliki kelebihan dalam hal pengaturan mengenai hukum perang yang lebih komprehensif, yang dibuktikan dengan pengecualian wanita, anak-anak, orang tua, binatang dan lingkungan sebagai kategori non-combatans, sebagaimana dinyatakan dalam pidato Abu Bakar ra, ataupun praktek pertukaran tawanan secara besar-besaran yang diduga bermula dari Khalifah Harun Al-Rasyid.

Dar al-islam (Negara Islam) dan Dar al-harb (Negara Non-Islam).

Sebuah perbedaan penting dibuat dalam teologi Islam adalah antara dar al-harb dan dar al-islam. Sederhananya, dar al-harb (wilayah perang atau kekacauan) adalah nama untuk daerah di mana Islam tidak mendominasi, dan kehendak Ilahi tidak diamati, dan terjadi perselisihan norma didalamnya. Sebaliknya, dar al-islam (wilayah damai) adalah suatu wilayah di mana Islam mendominasi, dan mayoritas tunduk dan taat pada Ilahi, dan di mana perdamaian dan ketenangan menjadi tujuan pemerintahannya.

Pada awalnya, perbedaan ini tidak muncul secara sederhana, namun pada satu hal, divisi ini dianggap sebagai hukum daripada teologis. Dar al-harb tidak terlepas dari dar al-islam, ada hal-hal dimana popularitas muslim bukanlah faktor utama sebagai identitas wilayah, akan tetapi dipengaruhi oleh sistem pemerintah yang memiliki kendali penting dalam Negara. Sebuah bangsa berpenduduk mayoritas Muslim yang tidak diperintah oleh hukum Islam dapat disebut sebagai dar al-harb, sementara bangsa minoritas Muslim yang diperintah oleh hukum Islam dapat memenuhi syarat sebagai bagian dari dar al-islam.

Islam adalah agama yang lebih terfokus pada perilaku yang tepat (ortopraksi) daripada keyakinan dan iman (ortodoksi). Dalam islam, iman seseorang bisa bertambah dan bisa berkurang sesuai dengan prilaku dan usaha yg dilakukannya. Keimanan seseorang akan bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan. Dari sini kita dapat simpulkan ketika dar al-islam benar-benar berdiri, maka hal ini akan berpengaruh pada semakin meningkatnya keimanan seseorang (penduduknya), karena prilaku masyarakat yang baik dan benar menjadi asas terbentuknya kehidupan yg harmonis, aman dan damai.

Islam juga merupakan agama yang tidak pernah memiliki ideologi atau tempat teoritis pemisahan antara politik dan bidang agama. Dalam Islam ortodoks, kedua istilah ini merupakan suatu fundamental dan harus dihubungkan. Itu sebabnya dalam divisi ini, antara dar al-harb dan dar al-islam lebih didefinisikan sebagai kontrol politik daripada popularitas agama.

Sifat dar al-harb yang secara harfiah berarti "wilayah perang," perlu dijelaskan sedikit lebih detail. Untuk satu hal ini, diidentifikasikan sebagai daerah kekacauan yang didasarkan pada premis (dasar pikiran), bahwa perselisihan dan konflik merupakan konsekuensi dari orang yg gagal mengikuti kehendak Tuhan. Secara teori, setidaknya, ketika semua orang konsisten dalam ketaatan mereka kepada aturan yang ditetapkan oleh Allah, maka itu akan berdampak pada terciptanya kehidupan yang damai dan harmonis antara satu dengan yg lainnya.

Hubungan Dar al-Islam dan Dar al-harb:

Negara islam (Daulah al-Islamiyah) merupakan suatu negara yg berdiri berasaskan pada satu keyakinan (‘aqidah/iman), dan para penduduknya bersatu dalam kesatuan suku bangsa yaitu satu ummat (ummatun wahidah) yang tidak dibedakan atas dasar jenis, bahasa, adat dan budaya ataupun oleh faktor perbedaan lainnya. Mereka adalah saudara sebagaimana dalam firman Allah SWT. “Sesungguhnya Orang-orang mu’min itu adalah saudara” dan dalam ayat yang lainya, “Sesungguhnya (agama Tauhid) ini adalah agama kamu semua; agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku”. (Al-Anbiya; 92).

Hubungan Negara Islam dengan Negara-negara lainnya bisa dibedakan dalam dua kondisi; kondisi perang dan kondisi damai.

Kondisi Perang:

Ketika Negara islam berada dalam kondisi diserang oleh Negara-negara musuh, maka perang hukumnya wajib, sebagaimana dalam firman Allah: “Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusirmu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barang siapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang dzalim”. (Q.S Al Mumtahanah: 8 dan 9)

Banyak di temui dalam sejarah: orang-orang kafir yang membantu kaum muslimin dalam perjuangan Islam seperti dalam penaklukan Spanyol dan penaklukan Mesir. Mereka mengusir orang-orang Romawi dengan bantuan orang Qibti. Banyak pula di antara orang-orang kafir yang diangkat sebagai pegawai pada kantor-kantor Pemerintah di masa Umar bin Khattab dan pada masa kerajaan Umawiyah dan `Abbasiah, bahkan ada di antara mereka yang diangkat menjadi duta mewakili pemerintahan Islam. Dari sini menggambarkan bahwa islam menjunjung tinggi nilai keadilan dan persamaan dalam hak-hak dan kewajiban-kewajiban antara penduduk-penduduknya (Muslim dan non-Muslim). Namun, apabila orang-orang kafir memerangi dan mengsusir penduduk Muslim dari negerinya, maka perang menjadi wajib hukumnya.

Kondisi Damai:

Sedangkan ketika dalam kondisi damai, telah kita jelaskan sebelumnya bahwa islam sangat menjunjung tinggi nilai keadilan dan persamaan tanpa memandang perbedaan ras, suku, jenis, adat dan budaya. Dalam kondisi ini, hubungan antara Negara islam dengan Negara-negara lain (non-islam) sebatas pada menjalin hubungan kerjasama (perdamaian) dan perjanjian-perjanjian baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya, dll. Sesungguhnya Islam cenderung pada kedamaian sesuai dengan makna harfiyahnya ‘Islam=damai’, bukan perang/memusuhi, dan islam melarang seorang muslim untuk membunuh orang lain hanya karena beda keyakinan (agama) atau karena kesalahan yg dilanggar olehnya, tetapi islam memberikan wewenang untuk melawan apabila diserang, dan perang dalam islam memiliki dua tujuan utama, yaitu: menangkis agresi (permusuhan/perlawanan) dan melindungi serta mengokohkan risalah da’wah al-islamiyah.

Asas dari pendapat ini adalah firman Allah SWT. “Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusirmu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil” (Q.S Al Mumtahanah: 8), dan diayat yang lainnya: “Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), maka bunuhlah mereka. Demikanlah balasan bagi orang-orang kafir. Kemudian jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim”. (Q.S. Al-Baqarah; 190-193).

Islam melarang (dalam perang) membunuh wanita, anak-anak kecil, orang-orang tua, biarawan, dan orang-orang yang cacat (buta, dll), karena mereka bukan dari golongan prajurit perang.

Dewasa ini, dan yang masih hangat-hangatnya saat ini adalah isu terorisme yg ditujukan pada gerakan dan organisasi-organisasi islam oleh dunia internasional khususnya wilayah barat. Pada pembahasan kali ini tidak akan kami jelaskan secara detail, karena akan keluar pada topik kajian kita saat ini. Namun, sedikit kami tambahkan, bahwa ideologi yang menghalalkan segala cara untuk memerangi dan membunuh orang-orang kafir adalah tidak benar. Orang-orang kafir dalam hubungannya dengan islam terbagi menjadi empat golongan:
a. Ahlu Dzimmah (penduduk non-muslim yang bermukim di Negara islam),
b. al-Musta’min (orang asing yang dapat perlindungan, yang masuk dalam Negara islam untuk keperluan wisata, study, dll dan dengan waktu yg terbatas),
c. al-Mu’ahhad (orang-orang kafir yang telah terjadi kesepakatan antara mereka dan kaum muslimin untuk tidak berperang dalam kurun waktu yang telah disepakati),
d. al-harbi (orang asing yang masuk ke Negara islam dengan tujuan memusuhi dan memerangi dan merampas hak-hak orang-orang muslim).

Untuk golongan yang pertama, sebelumnya telah dijelaskan bagaimana islam memberikan tempat dan wilyah kepada orang-orang non-muslim dalam hak-hak dan kewajiban-kewajibannya sebagai penduduk Negara islam. Mereka berhak untuk mendapatkan perlakuan yg sama dan adil baik dalam kehidupan pemerintahan maupun dalam kehidupan sosial. Rasululullah SAW. Bersabdah: “barang siapa yang menyakiti ahlu dzimmah maka akulah lawannya, dan siapa-siapa yang menjadi lawanku maka dihari kiamat dia akan tetap menjadi lawanku” al-khatib al-jami’ 2/269.

Sedangkan untuk golongan yang kedua al-musta’min, hubungannya dapat kita jelaskan dengan ‘aqdul amman (akad keamanan), yaitu komitmen masing-masing untuk saling menjaga keamanan dan keselamatan dari gangguan/bahaya, dan komitmen untuk tidak menciptakan kerusakan dan bahaya. Allah SWT. berfirman dalam hal ini: “Dan jika seorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui.” (QS. At Taubah: 6)

Untuk golongan yang ketiga yaitu Al-Mu’ahhad, Rasulullah SAW bersabdah: “Siapa yang membunuh kafir mu’ahad ia tidak akan mencium bau surga. Padahal sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun.” (HR. Bukhari no. 3166)

Sedangkan golongan yang terakhir adalah golongan yang wajib untuk diperangi adalah golangan al-harbi, sebagaimana dalam firman Allah SWT. Dalam surat Al-Baqarah 190-193 seperti yang telah tertulis sebelumnya “Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu….”. Mereka inilah yang menjadi musuh islam yang sesungguhnya, yang hendak memerangi, mengusir dan membuat kerusakan dimuka bumi. Dan masih banyak dalil-dalil al-Qur’an dan al-Hadis yang menganjurkan untuk memerangi orang-orang kafir (al-harbi).

B. Permulaan Hukum Internasional Klasik

Setelah jatuhnya Kekaisaran Romawi dan runtuhnya Kekaisaran Romawi Suci menjadi kota mandiri, kerajaan-kerajaan dan bangsa-bangsa untuk pertama kalinya menyatakan kebutuhannya akan aturan perilaku antara masyarakat internasional secara besar-besaran. Sebagian besar Negara-negara Eropa meruju’ pada kode Justinian hukum dari Kekaisaran Romawi dan hukum kanon Gereja Katolik untuk mencari inspirasi.

Perdagangan internasional adalah katalis nyata untuk tujuan pengembangan aturan-aturan perilaku antar negara. Tanpa aturan dan kode etik, ada sedikit hal yang menjamin perda-gangan dan melindungi para pedagang asing dari tindakan-tindakan yang mengancam. Kepentingan ekonomi inilah yang mendorong terjadinya evolusi kebiasaan internasional untuk mengatur perdagangan luar negeri, dan yang paling penting adalah aturan dan kebiasaan hukum maritim.

Seperti halnya dalam perdagangan internasional, eksplorasi dan peperangan menjadi faktor yang menghalang distribusi kebutuhan untuk umum dan terealisasinya praktek-praktek kebiasaan internasional. Di abad ke-13 M, muncul perhimpunan Liga Hanseatik untuk memperkuat kesehatan ekonomi dari kota-kota Jerman Utara yang bersatu. Dari sini perdagangan internasional berkembang pesat, dan Hamburg menjadi pelabuhan utama dalam perdagangan antara Rusia dan Flandria dengan posisinya sebagai penguasa dan penjaga sungai Elbe. Kota di Italia menjadi pengatur diplomatik negara-negara berkembang, ketika mereka mulai mengirim duta besar modal asing. Perjanjian-perjanjian antara pemerintah dimaksudkan untuk mengikat dan menjadi alat yang berguna untuk melindungi perdagangan. Kengerian Perang Tiga Puluh Tahun Sementara itu melahirkan kecaman untuk menciptakan peraturan-peraturan tempur yang akan melindungi masyarakat sipil.

Permikiran Fransisco Vittoria (1480-1546).

Fransisco Vittoria adalah seorang Biarawan Dominikan berkebangsaan Spanyol, menulis buku Relectio de Indis mengenai hubungan Spanyol dan Portugis dengan orang Indian di AS. Ia beranggapan bahwa Negara dalam tingkah lakunya seperti individu, tidak boleh bertindak sesuka hati (Ius Intergentes), akan tetapi Negara memerlukan aturan dalam menjalankan hubungan internasional. Dengan demikian, hukum bangsa-bangsa yang ia namakan ius intergentes tidak hanya terbatas pada dunia kristen Eropa, melainkan meliputi seluruh umat manusia.

Pemikiran Hugo Grotius (1583-1645)

Praktek internasional, adat-istiadat, peraturan dan perjanjian berkembang biak sampai pada titik kerumitan. Beberapa sarjana mencoba mengkompilasi hingga terlahir risalah yang terorganisir. Yang Paling penting diantaranya adalah Hugo Grotius, risalah De Jure Belli Ac Pacis Libri Tres (hukum perang dan damai) tahun 1625, yang dianggap sebagai titik awal bagi perkembangan hukum internasional modern. Sebelum Hugo Grotius, kebanyakan para pemikir Eropa beranggapan bahwa hukum diperlakukan sebagai sesuatu yang independen dari manusia, dengan bersandarkan pada hukum alam.

Pemikiran Grotius tidak begitu berbeda dengan yang lainnya kecuali dalam satu hal penting, Pemikir-pemikir sebelumnya percaya bahwa hukum alam itu diberlakukan oleh dewa, sedangkan Grotius percaya bahwa hukum alam berasal dari universal dan bersifat umum untuk semua orang.

Perspektif rasionalis ini memungkinkan Grotius untuk menempatkan beberapa hukum yang mendasari prinsip-prinsip rasional. Hukum tidak dipaksakan dari atas, tetapi berasal dari prinsip-prinsip, termasuk prinsip-prinsip dasar aksioma (yang tetap atau dianggap terbukti dengan sendirinya) dan restitusi (hal yang merugikan diperlukan yang lain). Kedua prinsip ini telah menjadi dasar bagi sebagian besar hukum internasional berikutnya. Selain dari prinsip-prinsip hukum alam, Grotius juga menghubungkannya dengan kebiasaan internasional, peraturan tentang apa yang "seharusnya" dilakukan. Hal ini merupakan pendekatan hukum internasional positif (al-madrosah al-maudu’iyah lil qonun al-dauli) yang diperkuat dari waktu ke waktu.

Perjanjian Westphalia 1648

Hukum Internasional modern menjadi suatu sistem hukum yang mengatur hubungan internasional, yang lahir bersamaan dengan kelahiran masyarakat Internasional yang didasarkan pada negara-negara nasional. Sebagai titik saat lahirnya negara-negara nasional yang modern biasanya diambil saat ditandatanganinya perjanjian perdamaian Westphalia yang mengakhiri Perang Tiga Puluh Tahun di Eropa.

Perdamaian Westphalia dianggap sebagai peristiwa penting dalam sejarah Hukum Internasional modern, bahkan dianggap sebagai suatu peristiwa Hukum Internasional modern yang didasarkan atas negara-negara nasional, sebabnya adalah :
1. Selain mengakhiri perang 30 tahun, Perjanjian Westphalia telah meneguhkan perubahan dalam peta bumi politik sebagai dampak perang di Eropa.
2. Perjanjian perdamaian mengakhiri usaha Kaisar Romawi suci untuk berkuasa selama-lamanya.
3. Hubungan antara negara-negara dilepaskan dari persoalan hubungan kegerejaan dan didasarkan atas kepentingan nasional negara itu masing-masing.
4. Kemerdekaan negara Netherland, Swiss dan negara-negara kecil di Jerman diakui dalam Perjanjian Westphalia.

Selain itu, Perjanjian Westphalia meletakan dasar bagi susunan masyarakat Internasional yang baru, baik mengenai bentuknya yang didasarkan atas negara-negara nasional (tidak lagi didasarkan atas kerajaan-kerajaan), maupun mengenai hakekat negara itu dan pemerintahannya yaitu pemisahan kekuasaan negara dan pemerintahan dari pengaruh gereja.

Ciri-ciri pokok yang membedakan organisasi susunan masyarakat Internasional yang baru ini dari susunan masyarakat Kristen Eropa pada zaman abad pertengahan adalah:
1. Negara merupakan satuan teritorial yang berdaulat.
2. Hubungan nasional yang satu dengan yang lainnya didasarkan atas kemerdekaan dan persamaan derajat.
3. Masyarakat negara-negara tidak mengakui kekuasaan di atas mereka seperti seorang kaisar pada zaman abad pertengahan dan Paus sebagai Kepala Gereja.
4. Hubungan antara negara-negara berdasarkan atas hukum yang banyak mengambil pengertian lembaga Hukum Perdata, Hukum Romawi.
5. Negara mengakui adanya Hukum Internasional sebagai hukum yang mengatur hubungan antar negara tetapi menekankan peranan yang besar yang dimainkan negara dalam kepatuhan terhadap hukum ini.
6. Tidak adanya Mahkamah (Internasional) dan kekuatan polisi internasional untuk memaksakan ditaatinya ketentuan hukum Internasional.
7. Lunturnya anggapan perang yang berkaitan dengan segi-segi keagamaan, beralih dari anggapan mengenai doktrin bellum justum (ajaran perang suci) kearah ajaran yang menganggap perang sebagai salah satu cara penggunaan kekerasan.

Dasar-dasar yang diletakkan dalam Perjanjian Westphalia ini diperteguh dalam Perjanjian Utrech, yaitu perjanjian yang ditandatangani pada tahun 1713 yang membantu mengakhiri Perang Suksesi Spanyol.

C. Hukum Internasional Modern:

Dalam Hukum internasional modern, keputusan pengadilan dan perjanjian/traktat lebih berpengaruh dari pada pendapat ahli hukum. Ada beberapa sumber-sumber hukum internasional yang turut mempengaruhi lahirnya hukum internasional tertulis. Secara karakteristik, sumber hukum internasional dapat dibagi menjadi dua; Pertama adalah sumber formil (al-mashadir al-syakliyah / formal source), kedua adalah sumber materil (al-mashodir al-madiyah / material source). Secara singkat, sumber formil dapat diartikan sebagai segala proses prosedural yang melegalisi hukum internasional secara nyata. Sedangkan sumber materil adalah segala sesuatu di mana hukum internasional bersumber dari padanya dan menjadi asas. Beberapa sumber valid yang dapat dijadikan sandaran hukum internasional adalah sebagai berikut:

a. Adat istiadat/kebiasaan Internasional (al-'urf al-dauli/International Custom)

Asas kebiasaan merupakan suatu sumber hukum internasional yang tersepakati keabsahannya dalam mendasari peraturan-peraturan antar negara. Para pakar hukum internasional bersepakat bahwa perilaku kebiasaan internasional mempunyai dua elemen. Pertama, adalah elemen psikologikal (al-'unshur al-ma'nawi) yaitu, tercapainya suatu pengakuan dunia internasional akan legalitas suatu aksi kebiasaan tertentu dan tumbuhnya komitmen untuk menghormatinya. Kedua, adalah elemen materil (al-'unshur al-maadi), elemen kedua ini akan terpenuhi dalam suatu perilaku tertentu bila di dalamnya terdapat dan terpenuhinya beberapa sub elemen sebagai berikut:
1. Kecukupan Temporalistis (Fatroh Zamaniah Mu'ayyanah/Duration of Practice)
2. Generalitis ('Umumiyah al-Suluk/ Extend of Practice)
3. Keterpaduan (Ittisaqi/Uniform)

b. Perjanjian Internasional (Mu'ahadat/Treaties)

Perjanjian internasional adalah suatu kesepakatan yang tunduk di bawah peraturan hukum internasional, baik berupa kesepakatan umum ataupun khusus yang melibatkan dua Negara atau lebih. Sebuah perkembangan penting dalam hukum internasional modern adalah konsep "persetujuan/perjanjian". Sebelum Perang Dunia II, negara tidak akan dipertimbangkan untuk terikat dengan aturan tertentu, kecuali setelah adanya persetujuan resmi atau sudah menjadi hal yang lazim untuk mematuhinya.

Perjanjian modern ditafsirkan sesuai dengan Konvensi Wina tahun 1969 tentang Hukum Perjanjian. Konvensi ini sangat diterima secara luas, bahkan bangsa yang tidak berpihakpun mengikuti konvensi ini. Dalam konvensi ini, aturan yang paling penting dan masuk akal adalah bahwa suatu perjanjian harus ditafsirkan sesuai dengan makna polos bahasanya, dengan konteks tujuan dan dengan itikad yg baik. Hal ini untuk mencegah terjadinya pertikaian dan pertengkaran seputar penafsiran perjanjian atau dalam istilahnya nit-picking.

Dalam dunia modern, perjanjian internasional merupakan sumber hukum yang lebih penting dari yang lainnya. Bahkan negara yang paling kuat bergantung padanya dan berusaha untuk memenuhinya. Dan apabila mengabaikannya maka kerugian adalah konsikuensinya.

c. Prinsip Hukum Umum (Al Mabadi' al Ammah Lil Qonun/General Principles of Laws)

Meskipun bukan merupakan sumber pokok hukum internasional sebagaimana dua sumber yang telah disebutkan di atas, sumber yang ketiga ini juga diakui publik internasional sebagai salah satu sumber hukumnya. Walaupun devinisi tentang sumber hukum ini belum mencapai kata sepakat, setidaknya pengertian yang biasa dipakai dalam mengartikan sumber hukum ini adalah prinsip-prinsp umum yang diakui legalitas dan kekuatan hukumnya oleh semua bangsa-bangsa masyarakat internasional, sebagai contohnya adalah tentang prinsip tanggungjawab atas tindakan yang merugikan pihak lain dan semacamnya.

d. Keputusan Hukum Internasional (Ahkamu al-Qodlo al Dauli/ Judicial Decisions)

Sumber ke empat ini sebenarnya adalah sumber hukum internasioanal yang bersifat cabang/sub (al mashdar al ihtiyathi / subsidiang source), sehingga meskipun keputusan ini hakikatnya hanya berlaku bagi Negara-negara yang menjadi subyek penghakiman, namun keputusan yang diambil atas Negara tersebut bisa dijadikan sebagai argumentasi pada suatu kasus yang sama pada Negara yang berbeda.

D. Hukum Internasional Islam

Pakar dan peneliti hukum internasional modern menjadikan buku Grotius sebagai dasar ilmu hukum internasional, padahal buku tersebut baru muncul pada abad ke-17 M atau pada tahun 1625. Sebaliknya, ulama Islam dengan bersumber pada Al-Quran dan Al-Hadis telah menulis buku mengenai hukum internasional sekitar 1.000 tahun sebelumnya. Yaitu, dimulai dengan penulisan Zaid bin Ali (wafat tahun 122 H). Diakui bahwa Imam Abu Hanifah (wafat tahun 150 H) memberikan ceramah dengan judul Hukum Internasional Islam, Beliau termasuk orang pertama yang menggunakan istilah syiar untuk hukum tersebut, hal ini dilanjutkan oleh sahabat dan muridnya, Muhammad bin Hassan al-Shaibani (wafat tahun 189 H), dengan menulis dua buku Kitab al-Siyar al-Saghir dan Kitab al-Siyar al-Kabir. Imam Malik (wafat tahun 189 H) juga mengkhususkan beberapa bab mengenai hukum internasional dalam kitabnya al-Muwattha.

Dalam konteks internasional, hubungan antara negara diatur oleh satu hukum internasional yang definisinya adalah sekumpulan peraturan yang mengatur hubungan antara negara serta menentukan hak dan kewajiban bagi setiap negara dalam keadaan damai atau perang. Maka peraturan yang dijadikan sebagai hukum internasional semestinya diawasi dan dipegang oleh suatu badan pelaksana (eksekutif) yang mempunyai wewenang agar semua negara mematuhinya.

Konsep Hukum Internasional Islam adalah berdasarkan kepada nilai (value), bukan kepentingan (interest) seperti yang dipraktekkan oleh Barat sepanjang sejarah. Barat menempatkan kekuatan sebagai fokus hubungan internasional. Hukum internasional, menurut Barat adalah hukum negara kuat dalam memaksakan kehendaknya. Kita lihat saja apa yang terjadi di Palestina, Afghanistan, Irak, Sudan, dan Iran. Semua keputusan yang tidak memihak kepentingan Barat pasti ditolak dan semua keputusan yang memihak kepada kepentingan mereka akan didukung walaupun diperlukan satu adegan diplomatik dalam prosesnya.

Islam secara umum, Dr. M. Abu Zahrah mengemukakan sepuluh prinsip dasar tentang kelangsungan hubungan internasional dalam teori dan praktek kaum Muslimin, Yaitu :
1. Islam menempatkan kehormatan dan martabat manusia sebagai makhluk terhormat. Ia sebagai khalifah di muka bumi.
2. Manusia sebagai umat yang satu dan disatukan, bukan saja oleh proses teori evolusi historis dari satu keturunan Nabi Adam as, melainkan juga oleh sifat kemudian yang universal.
3. Prinsip kerjasama kemanusiaan (ta’awun insani) dengan menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan.
4. Prinsip toleransi (tharsomah) dan tidak merendahkan pihak lain.
5. Adanya kemerdekaan (hurriyah/istiqlal). Kemerdekaan menjadi sangat penting sebab merupakan akar pertumbuhan dan kesempurnaan manusia.
6. Akhlak yang mulia dan keadilan.
7. Perlakuan yang sama dan anti diskriminasi.
8. Pemenuhan atas janji.
9. Islam menyeru kepada perdamaian, karena itu harus mematuhi kesepakatan merupakan kewajiban hukum dan agama.
10. Prinsip kasih sayang dan mencegah kerusakan.

Ajaran Islam adalah ajaran Ilahi yang adil karena dibuat oleh Sang Maha Pencipta. Ajaran Islam bukan untuk kelompok tertentu tetapi untuk semua kelompok (rahmatan lil ‘alamin). Rasulullah melaksanakan hukum internasional dengan seadil-adilnya dan menyuruh umatnya untuk mengikuti jejak Baginda. Beliau membuat pedoman hubungan antara negara Islam dan non-Islam dalam perang dan damai (-seperti yang telah kita jelaskan sebelumnya-). Ketika perang tidak boleh membunuh wanita, orang tua, anak-anak, binatang, membakar tanaman, dan merusak lingkungan. Adab dalam perang wajib dipatuhi oleh semua pejuang Islam, jika tidak maka dia termasuk musuh Nabi.

Pada masa damai, perjanjian dengan negara non-Islam harus dipatuhi dan dijunjung tinggi dengan menjaga dan melaksanakan semua aturan main. Abu Rafi adalah duta orang Quraisy dalam suatu perjanjian dengan Nabi. Tetapi setelah menandatangani perjanjian, dia ingin memeluk Islam, Nabi pun melarangnya dan memberi saran apabila dia ingin masuk Islam, dia mesti menyelesaikan tugasnya terlebih dahulu dan kembali ke Makkah, setelah itu baru kembali lagi ke Madinah sebagai orang biasa bukan utusan Quraisy. Wahshy, budak yang membunuh paman Rasulullah, yaitu Hamzah dalam Perang Uhud, adalah tempat Rasulullah pernah bersumpah untuk membalas dendam, tapi kemudian diurungkan niatnya tersebut kerena turun sebuah ayat Alquran mengenainya. Dan ketika Wahsyi diangkat menjadi utusan Habsyah, Beliau menghormatinya sebagai utusan. Nabi juga mengangkat Amr ibn Umaysh al-Damiri, seorang non-Islam sebagai duta Rasulullah di negara Habsyah. Nabi tidak membunuh utusan Musailamah al-Kazzab yang sudah jelas murtad karena dia dalam kapasitasnya sebagai utusan diplomatik. Semua contoh ini membuktikan betapa mulianya Nabi dan ajaran Islam dalam kaitannya dengan hukum internasional.

Penyebaran dan kemuliaan ilmu Islam sampai ke Eropa melalui keagungan pemerintahan Islam di Andalus. Penyebaran Islam ke Eropa mempengaruhi perkembangan hukum internasional. Kenyataan ini terbukti dengan fakta sejarah, ketika raja Eropa berduyun-duyun mempelajari ilmu pengetahuan dari orang Islam, diantara mereka adalah Roger I (Raja Sisilia), Raja Alphonse (Raja Castila), dan Raja Philip (Raja Inggris). Raja Federick II, yaitu Raja Jerman yang memanfaatkan ilmu Islam, sehingga mereka berhasil menerapkannya ke dalam kehidupan rakyatnya. Raja Frederick II, orang yang pertama memperkenalkan pemerintah yang dilembagakan di Eropa, contohnya, mendirikan sebuah universitas di Napoli pada tahun 1224, mengikuti bentuk dan susunan universitas di Cordova.

Dalam salah satu surat kabar Indonesia Republika tanggal 27 Juni 2009, memberitakan bahwa ajaran Islam diakui telah memberi pengaruh dan memperkaya hukum-hukum pengungsi internasional modern. Sebuah studi yang dilakukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebutkan bahwa pengaruh dan sumbangan Islam bagi hukum internasional tentang pengungsi lebih besar dibandingkan sumber-sumber lainnya. Pimpinan Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR), Antonio Guterres, dalam kata sambutan hasil studi yang dilakukan organisasi internasional itu mengatakan; ''Komunitas internasional harus menghargai dan mengakui kontribusi ajaran Islam yang mengajarkan kebaikan dan keramahtamahan bagi hukum modern,''

Kontribusi lain yang lebih praktis, yaitu tumbuhnya negara-negara muslim sekitar pertengahan abad ke-20-an, terutama sejak dideklarasikannya sepuluh Dasasila Bandung, hasil Konferensi Asia-Afrika di Bandung tahun 1955. Banyak negara di belahan benua Asia dan Afrika yang pada akhirnya melepaskan diri dari penjajahan dan merdeka. Seperti halnya Negara Kesatuan Republik Indonesia yg memproklamasikan kemerdekaanya pada tanggal 17 Agustus 1945, dan negara Mesir beserta Negara-negara Arab lainnya menjadi negara pertama yang mengakui kemerdekaan Republik Indonesia setelah dijajah oleh Belanda. Dengan demikian, lengkaplah syarat-syarat sebuah negara berdaulat bagi Republik Indonesia. Dua puluh tahun kemudian, yaitu sekitar tahun 1973, negara-negara Islam sepakat untuk mendirikan Organisasi dunia yang dinamakan Organisasi Konferensi Islam Internasional atau OKI. Soekarno dan Gamal Abdul Natsir (Presiden Mesir) telah memainkan peranan penting dalam pembentukan OKI tersebut.

Kesimpulan

Dari pembahasan-pembahasan diatas dapat kita simpulkan bahwa, hukum internasional adalah suatu kaidah atau prinsip-prinsip hukum yang mengatur hubungan internasional antara para subyek hukum internasional. Hukum internasional telah muncul sejak berabad-abad lamanya, namun bukan berarti kajian Hukum internasional berumur tua dan bersifat absolut. Hal ini disebabkan karena hukum internasional telah, sedang dan akan terus mengalami sentuhan perubahan selaras dengan pergeseran iklim politik, sosial dan budaya yang melanda dunia internasional.

Para pakar hukum internasional sepakat bahwa sejarah merupakan salah satu metode bagi pembuktian akan eksistensi dari suatu norma hukum. Hal ini dapat dibuktikan antara lain melalui salah satu sumber hukum internasional, yaitu kebiasaan / adat istiadat (custom/al-‘urf). Sejarah Hukum Internasional dalam perkembangannya mengalami beberapa periode evolusi, yaitu; periode kuno, klasik dan modern.

Hukum internasional modern tidak murni sebagai hukum yang secara eksklusif adalah warisan Eropa, akan tetapi ada pengaruh-pengaruh yang indispensable dari peradaban-peradaban lain, yang diantaranya adalah peradaban Islam. Ajaran islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadis telah menjadi pedoman penting munculnya kaidah dan prinsip dasar tentang kelangsungan hubungan internasional dalam teori dan praktek kaum Muslimin. Wallahu A'lam......



by, Irfan Islami

Sunday, October 2, 2011

SEJARAH HUKUM ADAT

A. Zaman Hindu
Agama Hindu hanya mempunyai pengaruh di pulau Jawa, Sumatera dan Bali, sedangkan di daerah lain mendapat pengaruh dari zaman “Malaio polynesia”, yaitu : Suatu zaman dimana nenek moyang kita masih memegang adat istiadat asli yang dipengaruhi oleh alam yang serba kesaktian.

Pada zaman Hindu tumbuh beberapa kerajaan yang dipengaruhi oleh hukum agama Hindu serta hukum agama Budha yang dibawa oleh para pedagang (khususnya dari Cina). Kerajaan-kerajaan tersebut antara lain :
- Sriwijaya – Raja Syailendra (abad 7 s/d 9)
~ Pusat pemerintahan : hukum agama Budha
~ Pedalaman : hukum adat Malaio Polynesia


- Medang (Mataram)
Masa raja “Dharmawangsa” dikeluarkan suatu UU “Iwacasana – Jawa Kuno – Purwadhigama.
Untuk mengabadikan berbagai peristiwa penting dalam bidang peradilan, telah dibuat beberapa prasasti antara lain :
- Prasasti Bulai (860 M)
- Prasasti Kurunan (885 M)
- Prasasti Guntur (907 M)


Setelah runtuhnya kerajaan Mataram, Jawa dipimpin oleh “Airlangga” yang membagi wilayah kerajaan atas :
- Kerajaan Jonggala
- Kerajaan Kediri (Panjalu)


Zaman raja-raja “Airlangga”, usaha-usaha yang dilakukan terhadap hukum adat :
1. Adanya meterai raja yang bergambar kepala garuda.
2. Macam-macam pajak dan penghasilan yang harus dibayar kepada raja


Zaman raja “Jayabaya” usaha-usaha yang dilakukan terhadap hukum adat:
1. Adanya balai pertemuan umum.
2. Bidang kehakiman, tidak dikenal hukuman siksa badan, kecuali kejahatan perampokan dan pencurian.
3. Hukuman yang berlaku kebanyakan hukuman denda.

- Zaman Singosari (Tumapel) – didirikan oleh Ken Arok (Rajasa)
Raja yang terkenal “Prabu Kertaqnegara” yang menghina utusan Cina (Men Gici). Usaha yang dilakukan terhadap hukum adat :
Mendirikan prasasti “Sarwadharma” yang melukiskan tentang adanya “Tanah Punpunan”, yaitu : tanah yang disediakan untuk membiayai bangunan suci yang statusnya dilepaskan dari kekuasaan Thanibala atau kekuasaan sipil (masyarakat) dengan ganti rugi.

- Zaman Majapahit – didirikan oleh Jayakatong (Jayakatwang)
Dengan adanya pemberontakan yang dilakukan oleh Raden Wijaya (Kertarajasa Jayawardhana), Jayakatwang berhasil dibunuh. Pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, hukum adat mendapat perhatian berkat usaha Mahapatih Gajah Mada. Usaha yang dilakukan :
- Membagi bidang-bidang tugas pemerintahan dan keamanan negara. Misal : soal perkawinan, peralihan kekuasaan, ketentaraan negara.
- Keputusan pengadilan pada masa itu disebut : Jayasong (Jayapatra).
Gajahmada mengeluarkan suatu kitab UU, yaitu : “Kitab Hukum Gajah Mada”


Kesimpulan :
Secara zaman ini di mana kerajaan-kerajaan yang ada dipengaruhi oleh agama Hindu dan sebagian kecil agama Budha. Hal ini terlihat adanya pembagian-pembagian kasta dalam bidang pemerintahan dan peradilan.
Zaman ini berakhir dengan wafatnya Mahapatih Gajah Mada dan Raja Hayam Wuruk dengan raja terakhir Kertabumi (1478). Sejak saat itu kekuasaan di Jawa diambil alih oleh Kerajaan Demak.
Sebab-sebab runtuhnya kerajaan Majapahit :
- Perpecahan diantara pemimpinnya.
- Perang saudara dan perebutan kekuasaan.

B. Zaman Islam
- Aceh (Kerajaan Pasai dan Perlak)

Pengaruh hukum Islam cukup kuat terhadap hukum adat, terlihat dari setiap tempat pemukiman dipimpin oleh seorang cendekiawan agama yang bertindak sebagai imam dan bergelar “Teuku/Tengku”.

- Minangkabau dan Batak
Hukum adat pada dasarnya besar tetap bertahan dalam kehidupan sehari-hari, sedang hukum Islam berperan dalam kehidupan keagamaan, dalam hal ini terlihat dalam bidang perkawinan.
Pepatah adat : Hukum adat bersendi alur dan patut, hukum agama/syara bersendi kitab Allah.
Di Batak yang terdiri dari berbagai suku :
- Toba
- Karo
- Dairi
- Simalungun
- Angkola
Masing-masing suku tetap pada hukum adat, karena menghormati Sisingamangaraja, tetapi berkat Ompu Nommensen, agam Kristen juga ikut berpengaruh (jalan damai).
Secara umum, agama Islam dan Kristen di Batak hanya dalam hal kerohanian saja, tetapi tetap dalam struktur kemasyarakatan hukum adat tetap dipakai.
Kedudukan pejabat agama hanya sebagai penyerta saja dalam pemerintahan desa, mengurus dan menyelenggarakan acara agama, misalnya : perkawinan, perceraian dan sebagainya.

- Sumatera Selatan (Palembang/Kukang)Masuknya agama Islam berasal dari :
~ Barat : Pedagang/mubaligh dari Aceh dan Minangkabau
~ Utara : Pedagang/mubaligh dari Aceh, Malaka dan Cina
~ Selatan : Pedagang/mubaligh dari Cirebon dan Banten
Perkembangan terhadap hukum adat :
Pada masa “Ratu Senuhun Seding”, hukum adat dibukukan dalam bahasa Arab Melayu – UU Simbur Cahaya. Di dalamnya memuat istilah-istilah yang berasal dari hukum Islam, seperti : Khatib Bilal.
Berdasarkan Tambo Minang : Datuk Perpatih Nan Sabatang dari Minangkabau pernah mengusahakan tambang emas di daerha Rejang Lebong (Bengkulu).
Masuknya para mubaligh yang berasal dari Minangkabau membawa pula pengaruh terhadap hukum adat dengan gari matrilineal – daerah Semendo. (jadi menempatkan kedudukan wanita sebagai penguasa harta kekayaan dari kerabatnya).
Di daerah Semendo dengan dianutnya garis keturunan matrilineal, telah membawa pengaruh terhadap sistem kewarisan yang dipakai, yaitu :
Sitem kewaisan mayorat (Mayorat Erprecht), dimana anak wanita tertua sebagai “tunggu tubang” atas harta kerabat yang tidak terbagi. Sedangkan anak lelaki tertua disebut “payung jurai” yang bertugas harta pengurusan harta tersebut.
Di samping itu juga berlaku adat “kawin Semendo”, dimana suami setelah kawin menetap di pihak istri.

- Lampung
Masuknya Islam disini pada masa “Ratu Pugung” dimana puterinya yang bernama “Sinar Alam” melangsungkan perkawinan dengan “Syarif Hidayat Fatahillah/sunan Gunung Jati”, setelah jatuhnya Sunda Kelapa ke tangan Islam. Susunan kekerabatan yang dianut adalah garis keturunan laki-laki (patrilineal). Di mana laki-laki tertua (disebut “pun” – yang dihargai) – Kewarisan Mayorat. Ia berhak dan berkewajiban melanjutkan orang tua.

- Jawa
~ Jawa Timur : pelabuhan Gresik dan Tuban
Penduduknya : Kota pantai – orang pendatang (Arab, Cina, Pakistan) dengan agama Islam. adanya makam Maulana Malik Ibrahim. Penduduk asli : agama Hindu.
~ Jawa Tengah
BerdIrinya kerajaan Demak – Raden Patah.
Dimana Masjid – menjadi pusat perjuangan dan pemerintahan pembantu raden Fatah yang terkenal – Raden Sa’id/Sunan Kali Jogo.
Pada masa “Pangeran Trenggana” dengan bantuan Fatahillah berhasil menduduki Cirebon dan Banten.
~ Jawa Barat – kerajaan Pajajaran didirikan “Ratu purana”
Pelabuhan laut :
- Banten
- Kalapa (Sunda Kelapa)
Tahun 1552 Fatahillah memimpin Armada Demak dan menduduki pelabuhan Sunda Kelapa – Jayakarta.

- Bali
Pengaruh Islam sangat kecil, masyarakat masih tetap mempertahankan adat istiadat dari agama Hindu. Menurut I Gusti Ketut Sutha, SH bahwa hubungan antara adat/hukum adat dengan agama (khususnya agama Hindu) di Bali merupakan pengecualian. Hal ini diperkuat oleh penegasan Pemda Bali yang menyatakan :
Bahwa pengertian adat di Bali dengan desa dan krama adatnya adalah berbeda dengan pengertian adat secara umum.
Artinya : pelaksanaan agama dengan segala aspeknya terwujud dalam Panca Yodnya yang merupakan wadah konkrit dan tatwa (Filsafah) dan susila (etika) agama, karena seluruh kehidupan masyarakat Bali terjali erat berdasarkan atas keagamaan.
Contoh : dalam hal pembagian warisan erat hubungannya dengan pengabenan atau upacara pembakaran mayat yang hakekatnya adalah pengaruh agama Hindu, juga ada bagian tertentu dari jumlah warisan yang diperuntukkan untuk tujuan keagamaan.

- Kalimantan
~ Agama Islam hanya berhasil mempengaruhi masyarakat di daerah pantai.
~ Masyarakat daerah pedalaman masih berdasarkan kepercayaan dari zaman Malaio Polynesia – kepercayaan kaharingan.


- Sulawesi
Dimulai berdirinya kerajaan “Goa” oleh Datuk Ri Bandang. Pengaruh Islam hanya sebagai pengisi rohani, tidak merubah/mendesak adat masyarakat.

C. Zaman VOC (1596 – 1608 / 1600 – 1800)
Tanggal 20 Maret 1602 didirikan VOC yang merupakan gabungan dari maskapai dagang Belanda. Tahun 1619 VOC di bawah pimpinan Jenderal Jan Pieter Zoon Coen menduduki Jakarta (Batavia).
Wilayah VOC meliputi daerah di antara laut Jawa dan Samudera Indonesia, dengan batas-batas :
- Sebelah barat : sungai Cisadane
- Sebelah timur : sungai Citarum
Kedudukan VOC pada waktu itu
1. Sebagai pengusaha perniagaan
2. Sebagai penguasa pemerintahan
Guna menjaga kepentingan VOC di Hindia Belanda, tahun 1609 Staten General (Perwakilan Rakyat), Belanda memberikan kuasa kepada pengurus VOC di Banten (Gubernur Jenderal dan Dewan Hindia/Raad Van Indie) untuk membentuk hukum sendiri.
Adapun hukum yang diteapkan pada waktu itu adalah hukum VOC, yang terdiri dari unsur-unsur :
- Hukum Romawi
- Asas-asas hukum Belanda Kuno
- Statuta Betawi
Statuta Betawi dibuat oleh Gubernur Jenderal Van Diemen yang berisikan kumpulan plakat-palakat dan pengumuman yang dikodifikasikan.
Menurut Van Vollenhoven : Kebijakan yang diambil oleh VOC dalam bidang hukum tersebut disebutnya “Cara mempersatukan hukum yang sederhana”
Dalam praktek/kenyataannya, peraturan yang diambil oleh VOC dalam bidang hukum tersebut tidak dapat dijalankan, sebab :
1. Ada hukum yang berlaku di dalam pusat pemerintahan VOC, yaitu dalam kota Betawi/Batavia.
2. Ada hukum yang berlaku di luar pusat pemerintahan VOC, yaitu di luar kota Betawi/Jakarta.
Menurut Utrecht : Hukum yang berlaku untuk penduduk asli adalah hukum adat. kecuali untuk daerah Betawi/Jakarta
Sebab : - kesulitan sarana transportasi waktu itu.
- kurangnya alat pemerintah.
Sebagai jalan keluarnya, maka dikeluarkan resolutie 21-12-1708
Sebagian Priangan (barat, tengah dan timur) diadili oleh Bupati dengan ombol-ombolnya dalam perkara perdata dan pidana menurut hukum adat.
Perhatian terhadap hukum adat pada masa ini sedikit sekali, tapi ada beberapa tulisan-tulisan baik perorangan maupun karena tugas pemerintahan, diantaranya :
1. Confendium (karangan singkat) dari D.W. Freijer
Memuat tentang peraturan hukum Islam mengenai waris, nikah dan talak.
2. Pepakem Cirebon.
Dibuat oleh Mr. P.C. Hasselar (residen Cirebon). Membuat suatu kitab hukum yang bernama “pepakem Cirebon” yang diterbitkan oleh Hazeu. Isinya merupakan kumpulan dari hukum adat Jawa yang bersumber dari kitab kuno antara lain : UU Mataram, Kutaramanawa, Jaya Lengkaran, dan lain-lain.
Dalam Pepakem Cirebon, dimuat gambaran seorang hakim yang dikehendaki oleh hukum adat :
a. Candra : bulan yang menyinari segala tempat yang gelap
b. Tirta : air yang membersihkan segala tempat yang kotor
c. Cakra : dewa yang mengawasi berlakunya keadaan
d. Sari : bunga yang harum baunya


Penilaian VOC terhadap hukum adat :
1. Hukum adat identik dengan hukum agama
2. Hukum adat terdapat dalam tulisan-tulisan yang berbentuk kitab hukum.
3. Penerapannya bersifat opportunitas (tergantung kebutuhan)
4. Hukum adat kedudukannya lebih rendah dari hukum Eropa.

D. Kedudukan Hukum Adat Zaman Daendels
Hukum adat pada zaman Daendels, tidak diperhatikan dan tidak ada peraturan-peraturan yang lahir. Daendels berpendapat bahwa hukum adat di Jaea terdiri atas hukum Islam. Akan tetapi hukum adat keseluruhan menurut Daendels terdiri atas hukum Islam.
Menurut Daendels derajat hukum Eropa lebih tinggi dari hukum adat. Meskipun demikian Daendels mempunyai pengertian tentang desa sebagai persekutuan. Selain itu Daendels juga mengenal sistem panjer.

E. Kedudukan Hukum Adat zaman Raffles
Raffles beranggapan bahwa hukum adat sama dengan hukum islam. Hukum adat menurut Raffles tidak mempunyai derajat setinggi hukum Eropa. Hukum adat dianggap hanya baik untuk bangsa Indonesia, akan tetapi tidak patut jika diberlakukan atas orang Eropa.

Politik Hukum Kolonial
Pada tahun 1838 di negeri Belanda dilakukan kodifikasi terhadap semua aturan perundangan terutama hukum perdata dan hukum dagang. Dengan adanya kodifikasi hukum, di Belanda timbul juga pemikiran untuk diberlakukan unifikasi hukum di Hindia Belanda. hal ini sesuai dengan asas konkordansi. Saat itu di Hindia Belanda berlaku hukum adat bagi golongan bumiputera yang selama ini hukum adat belum pernah mendapat perhatian. Tugas ini diserahkan kepada Mr. Hageman, tetapi tugas ini gagal, karena pemerintahan Belanda tidak mengetahui keadaan hukum di Hindia Belanda. Tugas tersebut diganti oleh scholten, lalu diganti lagi oleh Mr. H.L. Wichers. Tugas utamanya adalah mengadakan unifikasi hukum.
Unifikasi hukum ini ditentang oleh Van der Vinne yang mengatakan :
Suatu kejanggalan untuk memberlakukan hukum Belanda di Hindia Belanda yang sebagian besar penduduknya beragama Islam dan memegang teguh adat istiadat mereka. Pada tahun 1848, hasil unifikasi dan kodifikasi terhadap hukum perdata dan hukum dagang di Belanda telah selesai. Dan ini merupakan hasil kerja dari :
1. A.B. (Algemene Bepalingen van Wetgering) mengenai ketentuan umum perundang-undangan di Hindia Belanda.
2. B.W. (Burgelijk Wetbock) mengenai hukum perdata.
3. Wetbock van Krophandel (WUK) mengenai hukum dagang.
4. R.O. (Reglement op de Rechterlijke Organisatie en het Beleid der Justitie) mengenai peraturan susunan dan kekuasaan badan-badan peradilan.


Sedangkan hasil kerja dari Mr. H.L. Witchers antara lain :
1. RV/BRV (Reglement op de Rechtsvordering). Mengenai hukum acara perdata untuk golongan Eropa di Indonesia.
2. RSV (Reglement of de Rechtstraftvordering). Mengenai hukum acara pidana untuk golongan Eropa di Indonesia.
3. HIR (Herzien Inland Reglement) mengenai hukum acara perdata dan acara pidana untuk golongan bumiputera di Jawa dan Madura.
4. RBG (Rechtreglement Buitentewesten). Mengenai hukum acara pidana dan hukum acara perdata untuk golongan Bumiputera di luar Jawa dan Madura.


Dalam bidang hukum tanah, dilakukan unifikasi hukum diantaranya :
1. Agrarische Wet (stb. 1850-1855). Lahir atas desakan pengusaha swasta yang dikenal dengan Cultuur Stelsel.
2. Agrarische Besluit (stb 1870-1877), mengenai Domein Verklarine.
3. Agrarische Zigendum (stb 1872-1877), yang sekarang dikonversi menjadi hak milik, Hak Guna Usaha dan hak Guna Bangunan.
4. Vervremding Verbrod (stb 1875-1879)
Saat itu yang dikodifikasi hanya hukum perdata berat dan hukum dagang. Sedangkan untuk hukum adat belum diperhatikan.
Mengenai hukum adat timbul pemikiran untuk melakukan unifikasi sesuai kepentingan ekonomi dan kepentingan keamanan dari pemerintah Belanda, tetapi termasuk kepentingan bangsa Indonesia.
Tahun 1904 pemerintah Belanda (kabinet Kuyper) mengusulkan suatu rencana Undang-Undang untuk mengganti hukum adat dengan hukum Eropa dan mengharapkan agar Bumiputera tunduk hukum Eropa, karena hukum adat tidak mungkin diunifikasi dan dikodifikasi, selama ini usaha itu gagal. Kegagalan ini mengakibatkan hukum adat semakin terdesak dan ada pemikiran untuk menghilangkan hukum adat. Kegagalan untuk mengganti hukum adat dengan hukum Eropa, karena :
Dalam kenyataan tidak mungkin, bangsa Indonesia yang merupakan bagian terbesar dari penduduk Indonesia tunduk pada hukum Eropa yang disesuaikan dengan orang-orang Eropa, sedangkan bangsa Eropa hanya sebagian kecil saja, tidak mungkin bangsa Indonesia dimasukkan dalam golongan Eropa di dalam lapangan hukum privat.
Tahun 1927 pemerintah Belanda mulai menolak untuk mengadakan unifikasi hukum adat, mulai melaksanakan konsepsi Van Vollenhoven yang isisnya menganjurkan diadakan pencatatan yang sistematis dari hukum adat yang didahului dengan penelitian.
Tujuannya adalah untuk memajukan hukum dan untuk membantu hakim yang harus mengadili menurut hukum adat.

Konsepsi van Vollenhoven didukung oleh :
a) Pengalaman yang pahit bertahun-tahun lamanya, bahwa memaksakan hukum barat dari atas selalu gagal.
b) Selalu berkembangnya pengertian akan pentingnya hukum adat dalam lingkungan bangsa Indonesia
Politik hukum semenjak tahun 1927 adalah konsepsi Van Vollenhoven mengenai hukum adat. Sebelum menggunakan konsepsi Van Vollenhoven digunakan pasal II AB sebagai dasar hukum berlakunya hukum adat. Awalnya hukum adat tidak dikenal, istilah yang dikenal adalah istilah Undang-Undang Keagamaan, Lembaga Rakyat dan kebiasaan.
Dasar hukum yang berlaku pada saat itu adalah pasal II AB yang isisnya :
Bagi golongan pribumi, golongan Timur Asing berlaku peraturan-peraturan hukum yang didasarkan atas agama-agama dan kebiasaan-kebiasaan mereka.
Kegagalan mengadakan unifikasi dan kodifikasi terhadap hukum adat, dikarenakan keanekaragaman penduduk Indonesia, sehingga sulit diarahakan pada keseragaman hukum. Maka tahun 1906 DPR Belanda mempertahankan hukum adat dengan memberlakukan pasal 131 ayat 2 b IS yang berlaku 1 Januari 1926.


Pasal 131 ayat 2 b isinya :
Bagi golongan Bumiputera, Timur Asing, berlaku peraturan hukum yang didasarkan atas agama-agama dan kebiasaan-kebiasaan mereka.
Dengan demikian dasar hukum berlakunya hukum adat masa Hindia Belanda
- Pasal II AB ditujukan pada Hakim Indonesia
- Pasal 131 IS ditujukan kepada pembuat ordonansi.

Tahun 1927 – 1928
Merupakan tahun titik balik, dimana hukum Indonesia asli akan ditentukan kemudian setelah dilakukan penelitian lebih lanjut tentang kebutuhan hukum mereka dan untuk sementara dipakai hukum adat, karena belum bisa ditinggalkan. Sarjana Belanda yang banyak memperjuangkan hukum adat adalan Van Vollenhoven disebut juga Bapak Hukum Adat.
Usaha yang dilakukan adalah :
- Menghilangkan kesalahpahaman hukum adat identik dengan hukum Islam
- Membela hukum adat terhadap usaha yang ingin menghilangkan hukum adat.
- Membagi wilayah Indonesia dalam 19 lingkup hukum adat.

Karya dari Van Vollenhoven tentang hukum adat adalah :
- Het Adatrech van Nederlandsc Indie (1901-1933), pengantar hukum adat Hindia Belanda.
- Een adat Wetboektje Voor Hele Indie (1910), buku adat untuk seluruh Indonesia.
- De Indonesienen Zinj Grond (1919), orang Indonesia dan tanahnya.
- De Ontdekring van Het Adatrecht (1829), penemuan hukum adat.

F. Kedudukan Hukum Adat pada Masa Pemerintahan Jepang
Masa itu berlaku hukum militer, sedangkan hukum perundangan dan hukum adat tidak mendapat perhatian saat itu. Peraturan pada masa pemeintahan Belanda tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan hukum militer.
Ketentuan ini diatur pada UU No. 1 Balatentara Jepang 1942 pasal 3 isinya :
Semua badan-badan pemerintah dan kekuasaan, hukum dan Undang-Undang dari pemerintah yang dahulu, tetap diakui sah untuk sementara waktu, asal tidak bertentangan dengan aturan pemerintah militer. (dasar hukum adat masa Jepang).

G. Kedudukan Hukum Adat Sesudah Kemerdekaan


1. Masa UUD 1945 (17 Agustus 1945 – 27 Desember 1945)
Secara tegas hukum adat tidak ditentukan dalam satu pasal pun, tetapi termuat dalam :
a) Pembukaan UUD 1945 alinea IV
- Pokok-pokok pikiran yang menjiwai perwujudan cita-cita hukum dan dasar negara adalah Pancasila yang merupakan kepribadian bangsa Indonesia.
- UUD merupakan hukum dasar yang tertulis, sedangkan hukum adat merupakan hukum dasar yang tidak tertulis.
b) Pasal II Aturan Peralihan
- Segala badan negara dan peraturan yang ada masih berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut UUD ini.

2. Konstitusi RIS (27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950)
Di dalam konstitusi RIS mengenai hukum adat antara lain :
- Pasal 144 (1) tentang hakim adat dan hakim agama
- Pasal 145 (2) tentang pengadilan adat
- Pasal 146 (1) tentang aturan hukum adat yang menjadi dasar hukuman

3.UUDS 1950 (17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959)
Pasal 104 ayat 1 UUDS 1950 isinya :
Dimana istilah hukum adat digunakan dengan jelas untuk dapat dipergunakan sebagai dasar menjatuhkan hukuman oleh pengadilan di dalam keputusan-keputusannya.

4. UUD 1945 (berdasarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959)
- Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945
- Tap MPRS No. II/MPRS/1960
(a) Asas pembinaan hukum nasional supaya sesuai dengan Haluan Negara dan berlandaskan hukum adat.
(b) Dalam usaha homogenitas di bidang hukum supaya diperhatikan kenyataan yang hidup dalam masyarakat.
(c) Dalam penyempurnaan UU Hukum Perkawinan dan waris, supaya diperhatikan faktor-faktor agama, adat, dll.
- UU No.5 tahun 1960 pasal 5
- UU No. 19/1964 jo UU No. 14/1970 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.
“Semua putusan Pengadilan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum : sifatnya terang/visual”.
~ Pasal 27 ayat 1 :
“Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan, wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat”.
~ Pasal 23 ayat 1 :
“Segala putusan pengadilan harus memuat alasan dan dasar putusan baik yang berasal dari suatu peraturan atau sumber yang tidak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili”
- Keppress RI No. II/1074 (Repelita Kedua 1974/1975 – 1978/1979)
2 unsur pokok dalam Pembangunan Hukum :
~ Sumber tertib hukum RI yaitu Pancasila sebagai landasan.
~ Pengarahan kebutuhan hukum sesuai keadaan hukum rakyat.

Jadi dasar hukum adat sekarang :
- Dekrit Presiden 5 Juli 1959. (pasal peralihan UUD 1945)
- Pasal 24 UUD 1945
- Pasal 23 ayat 1 UUD 1945.
- UU No. 14/1970 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman

H. Kedudukan Hukum Adat dalam Tata Hukum Indonesia
Hukum Adat dijadikan dasar bagi terbentuknya hukum nasional dalam rangka pembangunan hukum. Hal ini dapat dilihat dalam Tap MPRS No. 11/MPRS/1960 dimana asas yang harus diperhatikan dalam pembangunan hukum adalah :
(a) Pembangunan hukum harus diarahkan pada homogenitas dengan memperhatikan kenyataan-kenyataan yang hidup di Indonesia.
(b) Harus sesuai dengan Haluan Negara dan berlandaskan hukum adat yang tidak menghambat perkembangan masyarakat adil dan makmur.
Hukum adat dijadikan dasar bagi hukum nasional, karena merupakan hukum yang mencerminkan kepribadian/jiwa bangsa Indonesia.

Peranan Hukum Adat dalam Pembangunan Hukum Nasional
Tanggal 17 Agustus 1945 : Indonesia merdeka : UUD 1945 : Politik Hukum Baru
Sebab : kemerdekaan hanya merupakan jembatan.
Artinya : mengubah dan memperbaharui tata hukum berdasarkan kebutuhan nasional sesuai dengan syarat-syarat hidup modern.
Proses untuk memodernkan masyarakat disebut modernisasi (hukum). Masalah yang mungkin timbul :
1. Apakah kita akan menghancurkan nilai-nilai/tradisi yang kita junjung tinggi demi modernisasi ?
2. Apakah modernisasi dihentikan saja demi nilai-nilai yang kita junjung tinggi ?
3. Apakah modernisasi dilakukan di atas dan melalui nilai-nilai tersebut ?

Politik hukum Indonesia terhadap hukum adat ?
1. TAP MPRS No. II/MPRS/1960 tentang “Pembinaan Hukum Nasional”.
Dibentuk : LPHN dengan No. 107 tahun 19…
Tugas : melaksanakan pembinaan hukum nasional sesuai dengan TAP MPRS No. /MPRS/1960 (berdasarkan hukum adat)
2. TAP MPR No. IV/MPR/1973
3. TAP MPR No. II/MPR/1978
4. TAP MPR No. II/MPR/1997

Tahun 1975 diadakan seminar tentang “Hukum Adat dan Pembinaan Hukum Nasional” antara FH-UGM dan BPHN, hasil kesimpulan seminar :
1. Hukum adat merupakan salah satu sumber yang penting untuk memperoleh bahan-bahan bagi pembangunan hukum nasional yang menuju unifikasi dengan tidak mengabaikan berkembangnya hukum kebiasaan pengadilan dalam pembinaan hukum.
2. Pengambilan bahan-bahan dari hukum adat berarti :
a. Menggunakan konsepsi-konsepsi dan asas-asas hukum adat untuk dirumuskan dalam norma-norma hukum yang memenuhi kebutuhan hukum masyarakat.
b. Menggunakan lembaga-lembaga hukum adat untuk dimodernisasikan sesuai kebutuhan zaman tanpa menghilangkan ciri-ciri dan sifat kepribadian Indonesia.
c. Konsep-konsep hukum adat dimasukkan dalam lembaga-lembaga hukum baru. ukum asing dipergunakan untuk memperkaya dan mengembangkan hukum nasional.
3. Dalam pembinaan hukum harta kekayaan nasional, hukum adat merupakan salah satu unsur, sedangkan dalam hukum kekeluargaan dan hukum waris merupakan intinya.

Sesuai dengan pendapat Eugene Erlich (sociological yurisprudence) tentang living law (hukum yang hidup/hukum positif yang baik) : bahwa dalam membuat UU hendaknya diperhatikan apa yang hidup dalam masyarakat.
Memang harus diakui kelemahan-kelemahan hukum adat sendiri :
1. Bersifat lokal
2. Sifat majemuk masyarakat Indonesia
3. Kompleksnya masalah-masalah antara yang satu dengan yang lainnya.
Akibat : timbul pro dan kontra dimasukkannya hukum adat sebagai unsur hukum nasional
 
by.

ASAS, TUJUAN DAN SASARAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP


  • PASAL 3 UUPLH, PENGELOLAAN LH YG DISELENGGARAKAN DGN ASAS TANGGUNG JAWAB NEGARA, ASAS BERKELANJUTAN, DAN ASAS MANFAAT BERTUJUAN UTK MEWUJUDKAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN YG BERWAWASAN LH DALAM RANGKA PEMBANGUNAN MASYARAKAT INDONESIA SEUTUHNYA DAN PEMBANGUNAN MASYARAKAT INDONESIA SELURUHNYA YG BERIMAN DAN BERTAQWA KEPADA TUHAN YME
  • SASARAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP PASAL 4
    a.TERCAPAINYA KESELARASAN, KESERASIAN, KESEIMBANGAN ANTARA MANUSIA & LH
    b.TERWUJUDNYA MANUSIA INDONESIA SBG INSAN LH YG MEMILIKI SIKAP & TINDAK MELINDUNGI, MEMBINA LH
     c.TERJAMINNYA KEPENTINGAN GENERASI KINI & GENERASI MASA DEPAN
    d.TERCAPAI KELESTARIAN FUNGSI LH
    e.PEMANFAATAN SUMBERDAYA SECARA BIJAKSANADAP DAMPAK ATAU  
    f.TERLINDUNGINYA NKRI TERHADAP DAMPAK USAHA YG MENYEBABKAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LH                                                                                                                                    by.

Thursday, September 29, 2011

pengertian filsafat hukum

 Pengertian filsafat Hukum menurut para ahli

Menurut Soetikno
Filsafat hukum adalah mencari hakikat dari hukum, dia inginmengetahui apa yang ada dibelakang hukum, mencari apa yang tersembunyi di dalam hukum, dia menyelidiki kaidah-kaidah hukum sebagai pertimbangan nilai, dia memberi penjelasan mengenai nilai, postulat (dasar-dasar) sampai pada dasar-dasarnya, ia berusaha untuk mencapai akar-akar dari hukum.
Menurut Satjipto Raharjo
Filsafat hukum mempelajari pertanyaan-pertanyaan dasar dari hukum. Pertanyaan tentang hakikat hukum, tentang dasar bagi kekuatan mengikat dari hukum, merupakan contoh-contoh pertanyaan yang bersifat mendasar itu. Atas dasar yang demikian itu, filsafat hukum bisa menggarap bahan hukum, tetapi masing-masing mengambil sudut pemahaman yang berbeda sama sekali. Ilmu hukum positif hanya berurusan dengan suatu tata hukum tertentu dan mempertanyakan konsistensi logis asa, peraturan, bidang serta system hukumnya sendiri.
Menurut Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto
Filsafat hukum adalah perenungan dan perumusan nilai-nilai, kecuali itu filsafat hukum juga mencakup penyerasian nilai-nilai, misalnya penyelesaian antara ketertiban dengan ketenteraman, antara kebendaan dan keakhlakan, dan antara kelanggengan atau konservatisme dengan pembaruan.
Menurut Lili Rasjidi
Filsafat hukum berusaha membuat “dunia etis yang menjadi latar belakang yang tidak dapat diraba oleh panca indera” sehingga filsafat hukum menjadi ilmu normative, seperti halnya dengan ilmu politik hukum. Filsafat hukum berusaha mencari suatu cita hukum yang dapat menjadi “dasar hukum” dan “etis” bagi berlakunya system hukum positif suatu masyarakat (seperti grundnorm yang telah digambarkan oleh sarjana hukum bangsa Jerman yang menganut aliran-aliran seperti Neo kantianisme).
 by.kuliahade's blog

Wednesday, September 28, 2011

Hukum Internasional


A. Pengertian Hukum Internasional

Prof Dr. Mochtar Kusumaatmaja mengatakan bahwa Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas negara antara negara dengan negara, negara dengan subjek hukum internasional lainnya.
Hukum internasional terbagi menjadi dua bagian, yaitu :
  1. Hukum Perdata Internasional, adalah hukum internasional yang mengatur hubungan hukum antara warga negara di suatu negara dengan warga negara dari negara lain (hukum antar bangsa)
  2. HUkum Publik Internasional, adalah hukum internasional yang mengatur negara yang satu dengan lainnya dalam hubungan internasional (Hukum Antarnegara)
B. Asas-Asas Hukum Internasional
Asas-asas yang berlaku dalam hukum internasional, adalah :
  1. Asas Teritorial, Menurut asas ini, negara melaksanakan hukum bagi semua orang dan semua barang yang berada dalam wilayahnya.
  2. Asas Kebangsaan, menurut asas ini setap warganegara dimanapun dia berada, tetap mendapat perlakuan hukum dari nearanya. asas ini memiliki kekuatan ekstrateritorial, artinya hukum negara tetap berlaku bagi seorang warganegara walaupun ia berada di negara lain.
  3. Asa Kepentingan Umum, menurut asas ini negara dapat menyesuaikan diri dengan dengan semua keadaan dan peristiwa yang bersangkut paut dengan kepentingan umum. Jadi, hukum tidak terikat pada batas-batas wilayah suatu negara.
C. Subjek Hukum Internasional
Subjek hukum Internasional terdiri dari :
  1. Negara
  2. Individu
  3. Tahta Suci / vatican
  4. Palang Merah Internasional
  5. Organisasi Internasional
Sebagian Ahli mengatakan bahwa pemberontak pun termasuk bagian dari subjek hukum internasional.
D. Sumber Hukum Internasional
Sumber hukum dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu :
  1. Sumber hukum materil, yaitu segala sesuatu yang membahas dasar berlakunya hukum suatu negara.
  2. Sumber hukum formal, yaitu sumber darimana kita mendapatkan atau menemukan ketentuan-ketentuan hukum internasional.
Menurut pasal 38 Piagam mahkamah Internasional, sumber hukum formal terdiri dari :
  • Perjanjian Internasional, (traktat/Treaty)
  • Kebiasaan-kebiasaan internasional yang terbukti dalam praktek umum dan diterima sebagai hukum
  • Asas-asas umum hukum yang diakui oleh negara-negara beradab
  • Yurisprudency, yaitu keputusan hakim hukum internasional yang telah memiliki kekuatan hukum tetap
  • Doktrin, yaitu pendapat para ahli hukum internasional.
SEBAB-SEBAB SENGKETA INTERNASIONAL
Secara garis besar sengketa internasional terjadi karena hal-hal berikut :
1. Sengketa terjadi karena masalah Politik
Hal ini terjadi karena adanya perang dingin antara blok barat (liberal membentuk pakta pertahanan NATO) di bawah pimpinan Amerika dan blok Timur (Komunis membentuk pakta pertahanan Warsawa) dibawah pimpinan Uni Sovyet/ Rusia. kedua blok ini saling memeperluas pengaruh ideologi dan ekonominya di berbagai negara sehingga banyak negara yang kemudian enjadi korban. contoh kore yang terpecah menjadi dua, yaitu Korea Utara dengan paham komunis dan korea selatan dengan paham liberal
2. Karena batas wilayah
hal ini terjadi karena tidak adanya kejelasan batas wilayah suatu negara dengan negara lain sehingga masing-masing negara akan mengklaim wilayah perbatan tertentu. contoh : Tahun 1976 Indonesia dan Malaysia yang memperebutkan pula sipadan dan ligitan dan diputuskan oleh MI pada tahun 2003 dimenangkan oleh malaysia, perbatasan kasmir yang diperebutkan oleh india dan pakistan.
PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL
Penyelesaian sengketa internasional dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu :
1. Dengan cara damai, terdiri dari :
  • Arbitrasi. arbitrase biasanya dilakukan dengan cara menyerahkan sengketa kepada orang-orang tertentu (arbitrator) yag dipilih secarea bebas oleh berbagai pihak untuk memutuskannya tanpa terlalu terikat dengan prosedur hukum.
  • Penyelesaian Yudisia, adalah suatu penyelesaian dihasilkan melalui suatu peradilan yudicial internasional yang dibentuk sebagaimana mestinya dengan memberlakukan kaidah-kaidah hukum. Contoh International Court of Justice, yang berkedudukan di Denhag Belanda.
  • Negosiasi (perundingan), jasa-jasa baik, mediasi, dan konsiliasi.
  • penyelidikan
  • Penyelesaian di bawah naungan PBB
2. Dengan cara paksa atau kekerasan, terdisi dari :
  • perang dan tindakan bersenjata non perang
  • Retorsi, yaitu istilah teknis untuk pembalasan dendam oleh suatu negara terhadap negara lain karena diperlakukan secara tidak pantas.
  • Tindakan-tindakan pembalasan (Repraisal), yaitu suatu metode yang dipakai oleh suatu negara untuk memperoleh ganti kerugian dari negara lain  dengan melakukan tindakan-tindakan pemalasan.
  • Blokade secara damai
  • intervensi
PERANAN MAHKAMAH INTERNASIONAL  TERHADAP PELANGGARAN HAM
Mahkamah Internasional (MI) merupakan salah satu badan perlengkapan PBB yang berkedudukan di Denhag (Belanda). MI memiliki 15 orang hakim yang dipilih dari 15 negara dengan masa jabatan 9 tahun. Selain memberikan pertimbangan hukum kepada Majelis Umum PBB dan Dewan Keamanan PBB MI pun bertugas untuk memeriksa dan menyelesaikan perselisihan-perselisihan yang diserahkan kepadanya. dalam mengadili suatu perara MI berpedoman pada Traktat-traktat dan kebiasaan -kebiasaan Internasional.
Prosedur Penyelesaian Kasus HAM Internasional
Penyelesaian kasus pelanggaran HAM oleh mahkamah internasional dapat dilakukan  melalui prosedur berikut :
  1. Korban pelanggaran HAM dapat mengadukan kepada komisi tinggi HAM PBB atau melalui lembaga HAM internasional lainnya.
  2. pengaduan ditindaklanjuti dengan penyelidikan dan penyidikan.
  3. dengan bukti-bukti hasil penyelidikan dan penyidikan proses dilanjutkan pada tahap peradilan, dan jika terbukti maka hakim MI akan menjatuhkan sanksi
by MAN KALABAHI

Sunday, June 19, 2011

TINDAK PIDANA KORUPSI

  1. Pendahuluan
Korupsi di Indonesia dewasa ini sudah merupakan patologi social (penyakit social) yang sangat berbahaya yang mengancam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Korupsi telah mengakibatkan kerugian materiil keuangan negara yang sangat besar. Namun yang lebih memprihatinkan lagi adalah terjadinya perampasan dan pengurasan keuangan negara yang dilakukan secara kolektif oleh kalangan anggota legislative,uang pesangon dan lain sebagainya di luar batas kewajaran. Bentuk perampasan dan pengurasan keuangan negara demikian terjadi hampir di seluruh wilayah tanah air. Hal itu merupakan cerminan rendahnya moralitas dan rasa malu para kandidat-kandidat negara tersebut, sehingga yang menonjol adalah sikap kerakusan dan aji mumpung. Persoalannya adalah dapatkah korupsi diberantas? Tidak ada jawaban lain kalau kita ingin maju, adalah korupsi harus diberantas. Jika kita tidak berhasil memberantas korupsi, atau paling tidak mengurangi sampai pada titik nadir yang paling rendah maka jangan harap Negara ini akan mampu mengejar ketertinggalannya dibandingkan negara lain untuk menjadi sebuah negara yang maju. Karena korupsi membawa dampak negatif yang cukup besar.
  1. Pengertian
Menurut bahasa korupsi berasal dari bahasa latin corruptio dan corruptus yang kemudian turun ke banyak bahasa Eropa seperti inggris, yaitu corruption,corrupt; perancis yaitu corruptie,dan belanda yaitu corruptie . dan kemudian di indonesia turun lagi menjadi “korupsi”1. Sedangkan menurut istilah yang termuat dalam kamus umum bahasa indonesia : “korupsi adalah perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang ,menerima uang sogok dan sebagainya.”2
Sementara itu,menurut Syed Hussen Alatas memberi batasan bahwa korupsi merupakan suatu transaksi yang tidak jujur yang dapat menimbulkan kerugian uang, waktu, dan tenaga dari pihak lain. Korupsi dapatberupa penyuapan (bribery), pemerasan (extortion) dan nepotisme.3 Disitu ada istilah penyuapan, yaitu suatu tindakan melanggar hukum, melalui tindakan tersebut si penyuap berharap mendapat perlakuan khusus dari pihak yang disuap. Seseorang yang menyuap izin agar lebih mudah menyuap pejabat pembuat perizinan. Agar mudah mengurus KTP menyuap bagian tata pemerintahan. Menyuap dosen agar memperoleh nilai baik.
Pemerasan, suatu tindakan yang menguntungkan diri sendiri yang dilakukan dengan menggunakan sarana tertentu serta pihak lain dengan terpaksa memberikan apa yang diinginkan. Sarana pemerasan bisa berupa kekuasaan. Pejabat tinggi yang memeras bawahannya.
Sedangkan nepotisme adalah bentuk kerjasama yang dilakukan atas dasar kekerabatan, yang bertujuan untuk kepentingan keluarga dalam bentuk kolaborasi dalam merugikan keuangan negara.
  1. Ciri-ciri korupsi
  1. Suatu penghianatan terhadap kepercayaan.
Ketika seseorang berjuang meraih kedudukan tertentu, dia pasti berjanji akan melakukan hal yang terbaik untuk kepentingan semua pihak. Tetapi setelah mendapat kepercayaanm kedudukan tidak pernah melakukan apa yang telah dijanjikan.
  1. Penipuan trerhadap lembaga pemerintah atau masyarakat umum , Badan hukum yang dimaksud suatu lembaga yang bergerak dalam pelayanan publik atau penyedia barang dan jasa kepentingan publik.
  2. Sengaja melalaikan kepentingan umum untuk kepentingan khusus
  3. Dilakukan dengan rahasia.
Meski dilakukan bersama-sama, korupsi dilakukan dalam koridor kerahasiaan yang sangat ketat. Masing-masing pihak yang terlibat akan berusaha semaksimal mungkin menutupi apa yang telah dilakukan.
  1. Melibatkan lebih satu orang atau pihak
Setiap perbuatan korupsi tidak mungkin dilakukan sendiri, pasti melibatkan lebih dari satu orang. Bahkan, pada perkembangannya acapkali dilakukan secara bersama- sama untuk menyulitkan pengusutan.
  1. Adanya kwajiban dan keuntungan bersama dalam bentuk uang atau yang lain.4
Jika kita analisa lebih lanjut ciri-ciri yang hakiki dari korupsi adalah penipuan,pencurian,dan penghiyanatan.sebenarnya ciri-ciri korupsi dalam ranah kasus yang ada bisa bertambah kapan saja tergantung mekanisme pelaku tindak korupsi.daan kemauan si pelaku dalam menggunakan motif dalam berkorupsi.
  1. Sifat-sifat korupsi
  1. Korupsi yang bermotif terselubung
Yakni korupsi secara sepintas kelihatannya bermotif politik,tetapi secara senbunyi sesunggunya mermotif mendapatkan uang semata,contonya seorang pejabat meneroima uang suap dengan janji akan menerima si pemberi suap menjadi pegawai negeri atau diangkat dalam suatu jabatan.
  1. Korupsi yang bermotif ganda
Yaitu seorang melakukan korupsi secara lahiriah kelihatannya hanya bermotifkan mendapatkan uang,tetapi sesungguhnya bermmotif lain,yakni kepentingan politik.
Contoh,seorang yang membujuk dan menyogok seorang pejabat agar dengan menyalahkan gunakan kekuasaannya,pejabat itu dalam mengambil keputusannya memberikan suatu fasilitas pada sipembujuk itu,meskipun sipembujuk tidak memikirkan apakah fasilitas itu akan memberikan hasil kepadanya.5

  1. Sebab-sebab korupsi
Sebab-sebab korupsi pada umumnya dapat terjadi antara lain :
  1. Semakain bertambahnya pegawai negeri dengan cepat,menjadikan gaji mereka sangat kurang,sehingga memerlukan pendapatan tambahan.
  2. Lembaga sering menyamakan antara kepentingan masyarakat dengan kepentingan pribadi
  3. Pelaksanaan pemerintahan dianggap urusan pribadi dan kekuasaan dianggap milik pribadi
Dari sebab-sebab di atas dapat disimpulkan bahwa korupsi itu disebabkan karena kurang puas dengan apa yang dimilikinya,dan lemahnya pendididkan agama dan etika,dimana perbuatan kotor ini biasa dilakukan oleh para pemimpin-pemimpin masyarakat terdapat kerancuhan moral dan intelektual.padahal masih banyak masyarakat yang membutuhkan.
  1. Akibat-akibat korupsi

  1. Kurangnya keepercayaan terhadap pemerintah
Apabila pejabat pemerintah melakukan korupsi mengakibatkan kurangnya kepercayaan terhahap pemerintah.disamping itu negara lain juga lebih mempercayai negara yang bersih dari korupsi,hal ini akan mengakibatkan penbangunan disegala bidang akan terlambat,khususnya pembangunan ekonomi,serta menggangu stabilitas perekonomian negara dan stabilitas politik.
  1. Berkuranganya kewibawaan pemerintah dalam masyarakat
Apabila banyak dari pejabat pemerintah yang melakukan penyelewengan keuangan negara,maka masyarakat akan bersikap apatis terhadap segala anjuran dan tindakan pemerintah.sifat ini akan mengakibatkan pertahanan nasiomnal jadi rapuh,dan menggangu stabilitas keamanan negara.
  1. Menyusutnya pendapatan negara
Pendapatan negara untuk pembangunan diapatkan dari dua sektor,yaitu pungutan bea dan penerimaan pajak.pendapatan ini dapat berkurang apabila tidak diselamatkan dari penyelewengan oleh oknum pejabat pemerintah.
  1. Rapuhnya keamanan dan ketahanan negara
Keamanan dan ketahanan negara akan menjadi rapuh apabila para pejabat pemerintah mudah di suap,karena kekuatan asing yang hendak memaksakan ideologi atau pengaruhnya terhadap bangsa indonesia akan menggunakan sebagai suatu sarana untuk mewujudkan cita-citanya.
  1. Perusakan mental pribadi
Seseoarang yang sering melakukan menyelewengan dan penyalah gunaan wewenang,mentalnya akan menjadi rusak.hal ini mengakibatkan segala sesuatu dihitung dengan materi,dan akan melupakan segala yang menjadi tugasnya serta hanya melakukan tindakan ataupun perbuatan yang bertujuan untuk menguntungakan dirinya ataupun orang lain yang dekat dengannya
  1. Hukum tidak lagi dihormati
Karena semakin banyaknya kasus korupsi yang terjadi,sehingga menjadikan banyak kalangan yang tidak lagi dihormati,bahkan tidak dipercaya,mungkin anggapan ketidakpercayaan lagi terhadap hukum karena ketidak becusan dalam menangani kasus korupsi.
Cita-cita untuk menggapai tertib hukum tidak akan terwujud apabila para penegak hukum melakukan tindakan korupsi sehingga hukum tidak dapat ditegakkan,ditaati,serta tidak diindahkan oleh masyarakat.
  1. Jenis penjatuhan hukuman pada tindak pidana korupsi
  1. Pidana mati
Dapat pidana mati kepada setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain,atau suatu korporasi yang dapat merugikan negara atau perekonomian negara sebagaimana ditentukan pasal 2 ayat 2 UU nomer 31 tahun 1999 yang dilakukan dalam”keadaan tertentu”.adapun yang dimaksud dengan keadaan tertentu adalah pemberatan bagi pelaku tindak pidana korupsi apabila tindak pidana tersebut dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
  1. Pidana penjara
Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00(satu miliar rupiah) bagi setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang l;ain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.(pasal 2 ayat 1)
  1. Pidana tambahan
  1. persamaan barang nergerak yang berwujud atau tidak berwujud atau barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana dimana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu pula dari barang yang menggantikan barang-barang tersebut
  2. pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta yang diperoleh dari tindak pidana korupsi.
  3. Penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama satu tahun.
  4. Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian keuntungan tertentu yang telah atau dapat diberikan oleh pemerintah kepada terpidana
  5. Jika terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu satu bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
  6. Dala hal terpidana tidak punya harta benda yang cukup untuk membayar uang pengganti maka terpidana dengan pidana penjara tidak memenuhi ancaman maksimal dari pidana pokoknya sesuai ketentuan UU no.31 tahu 99 dan pidana tersebut ditentukan dalam putusan pengadilan.
  1. Gugatan perdata pada ahli warisnya
Apabila terdakwa meninggal dunia saat dilakukan pemerikasaan sidang pengadilan,maka penuntut umum segera menyerahkan berkas berita acara sidang kepada jaksa pengacara negara atau instansi yang dirugiakan untuk dilakukan gugatan perdata pada ahli warisnya.
  1. Terhadap tindak pidana yangdilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi (badan hukum)
Pidana pokok yang dapat dijatuhkan adalah pidana denda ddengan ketentuan maksimum ditambah 1/3 (sepertiga).penjatuhan pidana ini melalui prosedural ketentuan pasal 20 (ayat 1-6 UU no.31 tahun 1999.

Tindak pidana korupsi dapat digolongkan menjadi dua,yaitu tindak pidana korupsi murni dan tindak pidana tidak murni.Tindak pidana murni dalam perumusannya memuat norma dan sanksi sekaligus, adapun tindak pidana tidak murni dalam rumusannya hanya memuat sanksi saja, sedangkan normanya terdapat dalam KUHP.
  1. Strategi Pembrantasan Korupsi
Seiring bertambah besarnya volume kemungkinan bertambah besar puala kemungkinan kebocoran.Dengan gaji pegawai yang minim akan terdorong untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang kadang menggunakan kekuasaannya untuk menambah penghasilan,beberapa jalan untuk memberantas korupsi berdasarkan penyebab-penyebab terjadinya korupsi diatas,kami dapat mengambil :
  1. Menaikkan gaji pegawai rendah dan menengah
  2. Menaikkan moral pegawai tinggi.
  3. Legalisasi hutan liar menjadi pendapat resmi atau legal
  4. Membentuk suatu lembaga pemberantasan korupsi dalam pemerintahan
Berdasarkan usahanya pemberantahan korupsi juga dapat dilakukan dengan beberapan setrategi :
  1. Strategi Preventif
Strategi ini merupakan usaha yang mendekati pencegahan sebelum suatu perbuatan terjadi.dalam hal ini Setiap penyebab yang ada harus dibuat upaya preventifnya, sehingga dapat meminimalkan penyebab korupsi. Disamping itu perlu dibuat upaya yang dapat meminimalkan kemungkinan untuk melakukan korupsi.
  1. Strategi Deduktif
Strategi ini merupakan lawan dari preventif,dimana perbuatan sudah terjadi. maka perbuatan tersebut akan dapat diketahui dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dan seakurat-akuratnya, sehingga dapat ditindak lanjuti dengan tepat. Misalnya memperbaiki sistemlah,agar dapat berfungsi baik,sehingga suatu embrio korupsi yang akan segera muncul dapat mudah diketahui.
  1. Strategi Represif
Strategi ini juga hampir sama dengan strategi-strategi diatas,bedanya disini adalah dengan menitik beratkan pada sanksi,setelah perbuatan terjadi.jadi disini yang perlu digaris bawahi adalah sanksi yang seperti apa yang memungkinkan dapat membuat efek jera pada pelakunya.harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan untuk memberikan sanksi hukum yang setimpal secara cepat dan tepat kepada pihak-pihak yang terlibat dalam korupsi. Dengan dasar pemikiran ini proses penanganan korupsi sejak dari tahap penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sampai dengan peradilan perlu dikaji untuk dapat disempurnakan di segala aspeknya, sehingga proses penanganan tersebut dapat dilakukan secara cepat dan tepat.
Kalangan elit harus memberi keteladanan bagi yang dibawah agar tidak terjadi kecemburuan diantara keduanya.Untuk mencegah terjadinya korupsi besar-besaran pejabat yang meduduki jabatan yang rawan korupsi seperti pendapatan negara biadang pelayanan masyarakat,dan pembuat kebijaksanaan harus didaftar kekayaannya sebelum menjabat jabatannya sehingga mudah diperiksa pertambahan kekayaannya dibandingkan dengan pendapatannya yang resmi.dengan demikian pejabat yang tidak dapat membuktikan asal-usul kekayaanya yang tidak seimbang dengan kekayaannya yang resmi dapat digugat langsung secara perdata oleh penuntut umum.6
  1. Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat di simpulkan bahwasanya korupsi adalah suatu tindakan tidak jujur yang merugikan,baik berupa penyuapan,pemerasan,ataupun nepotisme.Yang mana biasa dilakukan oleh para petinggi-petinggi atau pejabat-pejabat negara yang haus akan kekuasaan dan tidak pernah puas dengan yang di hasilkan.Bagaimanapun juga tindak pidana korupsi sangat merugikan negara baik bidang politik, ekonomi dan hubungan internasional. Jadi banyak pihak-pihak yang ingin membrantasnya.Sikap untuk menghindari korupsi seharusnya ditanamkan sejak dini. Dan pencegahan korupsi dapat dimulai dari hal yang kecil hingga sampai ketatanan pemerintahan.dan seharusnya diciptakan lembaga entra independen yang mengawasi lembaga-lembaga lain yang mengurusi tindak pidana korupsi,sehingga kemungkinan kecil lembaga dibawahnya jauh dari kemelencengan.

Dartar pustaka
Hartatanti,Evi, S.H.2007.Tindak Pidana Korupsi.Jakarta : Sinar Grafika
Alatas,S.H.1987.Korupsi,sifat,sebab,dan fungsi.Jakarta :LP3ES
Prof.Dr.Hamzah,Jur Andi.2002. Pemberantasan Korupsi Melalui Pidana Nasional dan Internasional. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada

Klitsgaard,Robert .2007.Membasmi Korupsi,Jakarta: Selosumarjan

http://my.opera.com/a6us/blog/show.dml/4944371


1 Robert Klitsgaard,Membasmi Korupsi, hal.4,Selosumarjan,Jakarta,2007


2 Robert Klitsgaard,Membasmi Korupsi, hal.4,Selosumarjan,Jakarta,2007

3 http://my.opera.com/a6us/blog/show.dml/4944371


4 S.H. ALATAS,KORUPSI,sifat,fungsi,dan sebab, hal 7-8, LP3ES, Jakarta, 1987


5 Evi Hartati S.H,Tindak pidana korupsi,hal.10 ,Sinar Grafika, Jakarta, 2007


6 Prof.Dr.Jur.Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi Melalui Pidana Nasional dan Internasional, hal.256-261, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002