Translate

Sunday, June 19, 2011

HAK POLITIK DALAM (penetapan kesultanan DIY)

BAB I
PENDAHULUAN
HAM (hak asasi manusia) dari ketiga asal kata itu memang mempunyai hakekat yang sangat besar dan mulia, yang pada dasarnya hak-hak itu muncul dan harus diakui setelah manusia lahir didunia ini dan hak-hak itu akan selalu melekat pada diri manusia sendiri karena tanpa adanya hak-hak tersebut manusia tidaklah dapat hidup sebagai manusia.
Apabila dilihat secara objektif dalam Hak-hak Asasi Manusia mempunyai makna sebagai hak-hak yang melekat pada manusia berdasarkan kodratnya, jadi dalam suatu negara hak-hak yang dimiliki warga selaku manusia yang harus diakui dan dihormati oleh pemerintah.
Dan pada dasarnya landasan HAM sendiri ada dua yaitu “landasan yang langsung dan yang pertama : kodrat manusia”, dan landasan yang kedua dan yang lebih dalam : Tuhan sendiriyang menciptakan manusia.
Dan juga sering kali kita jumpai dalam perkembangan konsep HAM sendiri ada beberapa, antara lain : terutama mengenai hak politik dan hukum, menyangkut hak ekonomi sosial dan budaya dan menyangkut hak-hak atas pembangunan (the rights to development), dan pada kesempatan kali ini makalah ini akan berusaha menjelaskan hasil analisi permasalahan yang masih hangat akhir-akhir ini yang terkait dengan hak politik dalam penetapan Kesultanan DIY.
    1. Rumusan Masalah
  • Keistimewaan DIY
  • Sudut pandang HAM berdasarkan UU terhadap penetapan Kesultanan DIY
    1. Tujuan
  • Memberi pengertian akan awal terjadinya penetapan
  • Memberikan wawasan yang lebih terhadap HAM
  • Mengajak untuk menjunjung tinggi HAM
  • Sebagai pelngkap materi kuliah Hukum dan HAM

BAB II
PEMBAHASAN

  1. Pengertian Hak Politik
Hak politik merupakan salah satu lingkup HAM yang juga harus diperhatikan dan ditegakkan karena manusia selaku mahluk politik sangat memerlukan hak tersebut, dan arti dari hak politik sendiri merupakan suatu hak yang melekat pada diri manusia sejak lahir dalam hal kebebasan dalam berpolitik.

  1. Penetapan Kesultanan DIY
DIY dilihat dari historis merupakan kerajaan yang dulunya bergabung dengan NKRI untuk bersama-sama membangung negara indonesia sampai sekarang, dan pernah menjadi ibukota indonesia tepatnya pada tahun 1946-1949, pada pemerintahan DIY masih menggunakan ketentuan kraton yaitu Sultan diangkat melalui penetapan berdasarkan keturunan. Akan tetapi baru-baru ini ada sebuah kasus yang membuat DIY dengan NKRI menjadi kurang mempunyai hubungan baik, yaitu ternyata di sisi lain pemerintah RI menginginkan agar DIY disamakan dengan provinsi lain, dengan alasan untuk mengefektifkan demokrasi, yang kmudian menjadikan ditentang oleh penduduk Yogyakarta beserta pemerintahannya karena dianggap mnyalahi ketetapan Kraton yang sudah lama dijalaninya dan itu didasarkan pada Keistimewaan berlandaskan pada ijab qobul piagam kedudukan yang disahkan pada 19 agustus 1945 dan kemudian disampaikan paa tanggal 6 Sebtember 1945, Amanah Sri Sultan Hamengku Buwono IX pada 5 September 1945 dan UU No. 3 tahun 1950 dan (UU No. 22/1948, UU No. 1/1957, UU No. 18/1965, UU No. 5/1974, UU No. 22/1999 dan UU No. 32/ 2004 pasal 225) dan amat tegas pada pasal 18 UUD 1945 dan meskipun diamandemen pasal ini masih mengakui Keistimewaan Yogyakarta pada pasal 18B ayat (1).

  1. Dilihat dari HAM berdasarkan UU
Berdasarkan kasus diatas apabila dilihat dari pandangan UU tentang HAM, tentunya terlihat jelas adanya suatu penyimpangan dalam penyelenggaraan suatu Hak-hak Asasi Manusia, dimana dari hak yang seharusnya diakui dan dihormati pemerintah dalam masalah ini yaitu hak politik pada masyarakat Yogyakarta, seperti yang terdapat pada UU tentang HAM pada pasal 1 (3) yang mengatakan bahwa “Diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individu maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, social, budaya, dan aspek kehidupan lainnya”.
Dan apabila ditinjau lebih dekat berdasarkan pasal diatas maka cukup jelas bahwasannya dalam hal ini Pemerintah telah dianggap melakukan suatu perbuatan yang seharusnya tidak dilakukan yaitu Diskriminasi terhadap hak yang seharusnya dimiliki oleh masyarakat DIY yaitu hak politik, padahal dalam hak politik sendiri menyebutkan salah satu pernyataan bahwa adanya hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan, dan dalam hal ini masyarakat Yogya sudah menjatuhkan pilihan mereka yang merupakan hak politik mereka pada penetapan Sueltan Hamengku Buwono sebagai Gubernur dan Sri Paduka Paku Alam sebagai Wakil Gubernur berdasarkan tradisi yang mereka jalani sebelum-sebelumnya dari pada melalui pemilihan, dan dalam hal ini Presiden tidak seharusnya melarang dan sebagaimana telah disebutkan beberapa pasal diatas mengenai Keistimewaan Yogyakarta. Dan apabila dikaitkan dengan Demokrasi tentu tidaklah bertentangan, karena secara filosofis demokrasi merupakan tampungan dari inspirasi rakyat yang bermotokan vox populi vox day dan itu dalam negara bersistemkan Demokrasi tidak dapat diganggu gugat.
Dan penjelasan diatas sesuai dengan pandangan Sultan Hamengku Buwono IX sendiri diman beliau dalam mempertahankan hak rakyatnya (hak politik) menggunakan alasan berdasarkan pandang historis, filosofis, sosiologis, konstitusi dan teoritis, dan seharusnya alasan-alasan tersebut cukup jelas untuk meyakinkan. Salah satunya yang perlu dilihat pada pasal 18a yang berbunyikan “bahwasannya pemerintah harus menghormati suatu asal usul” dari sini bisa dilihat kembali historis asal mula DIY, dan pasal 18b yang mengatakan “pengakuan asal usul sepanjang perkembangan zaman untuk memperthanankan kesatuan”.

BAB III
PENUTUP

HAM memanglah harus ditegakkan dan dalam masalah diatas ini menjadi pandangan Pemerintah khususnya Presiden yang seharusnya dalam masalah ini tidak ada keraguan lagi untuk memutuskan kebijakan tentang Keistimewaan Yogyakarta. Kebijakan yang seharusnya diambil oleh Presiden sebenarnya tidak begitu sulit karena hanya meneruskan tradisi yang sudah lama menjadi mereka jalankan dan menjadi hak mereka, dengan menggunakan pengaturan undang-undang khusus. Dengan ditetapkannya Undang-undang tersebut, maka SBY telah mengabulkan keinginan rakyat Yogyakarta yang tetap menginginkan penetapan Sultan Hamengku Buwono secara otomatis oleh presiden sebagai Gubernur dan penetapan Sri Paduka Paku Alam sebagai Wakl Gubernur.
Daftar Pustaka

Setiardja A. Gunawan, HAM Berasaskan Idiologi Pancasila,( Yogyakarta, KANISIUS, 1993)
Tahib Dahlan, Ketatanegaraan Indonesia,
Sri Sultan Hamengku Buwono IX

No comments:

Post a Comment